Materi Sosiologi Kelas X. Bab 3. Ragam Gejala Sosial dalam Masyarakat (Kurikulum 2013)

Table of Contents
Materi Sosiologi Ragam Gejala Sosial dalam Masyarakat
Ragam Gejala Sosial dalam Masyarakat
Keseragaman semua anggota masyarakat tentang kesadaran moral tidak dimungkinkan. Tiap individu berbeda satu sama lain karena dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti keturunan, lingkungan fisik, dan lingkungan sosial
--Emile Durkheim--

Kemiskinan merupakan salah satu contoh gejala sosial di masyarakat. Jika kemiskinan memiliki porsi yang besar dalam suatu masyarakat, maka gejala tersebut menjadi sebuah masalah sosial.

Tujuan Pembelajaran

Dengan mempelajari bab ini, Anda diharapkan mampu:
1. Memahami realitas sosial sebagai gejala sosial dalam masyarakat
2. Menjelaskan nilai dan norma sosial
3. Memahami sosialisasi dan pembentukan kepribadian
4. Menjelaskan penyimpangan sosial
5. Menjelaskan pengendalian sosial
6. Memperdalam nilai agama yang dianutnya dan menghormati agama lain
7. Mensyukuri keberadaan diri dan keberagaman sosial sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Kuasa
8. Merespons secara positif berbagai gejala sosial di lingkungan sekitar

Peta Konsep Ragam Gejala Sosial dalam Masyarakat
Peta Konsep Ragam Gejala Sosial dalam Masyarakat

Hal yang dipelajari dalam sosiologi adalah pola-pola hubungan dalam masyarakat. Pola-pola hubungan tersebut dapat menciptakan kestabilan atau keadaan normal, namun dapat pula menimbulkan keadaan yang tidak normal, seperti penyimpangan dan masalah sosial lainnya. Gejala-gejala tersebut dikenal sebagai realitas sosial masyarakat.

A. Realitas Sosial

Peter Berger dan Thomas Luckman dalam buku mereka yang berjudul The Social Construction Of Reality mengemukakan bahwa realitas adalah kualitas yang berkaitan dengan fenomena yang kita anggap berada di luar kemauan kita (sebab ia tidak dapat dienyahkan). Berger dan Luckman melihat bahwa realitas sosial memiliki dimensi objektif dan subjektif. Dimensi objektif dilihat dari adanya lembaga atau pranata sosial beserta nilai dan norma yang menunjukkan bahwa masyarakat cenderung menginginkan keteraturan. Karena itu, masyarakat cenderung mewariskan nilai dan norma kepada generasi berikutnya melalui proses internalisasi (sosialisasi). Namun demikian, manusia tidak harus selalu dipengaruhi oleh lingkungannya. Manusia memiliki peluang untuk melakukan interpretasi berbeda atas realitas yang diperolehnya melalui sosialisasi (sosialisasi tidak sempurna) yang dilihatnya sebagai cermin dunia objektifnya. Interpretasi yang berbeda ini secara kolektif akan membentuk sebuah realitas baru. Berger menyebut proses ini sebagai eksternalisasi.

Baca Juga: Pengertian Objektivasi

Eksternalisasi berjalan lambat namun pasti. Proses ini mengakibatkan terjadinya perubahan aturan atau norma dalam masyarakat. Artinya, akan terbentuk sistem nilai atau norma baru yang dapat mempengaruhi generasi-generasi berikutnya. Menurut Berger, masyarakat sebetulnya adalah produk dari manusia. Manusia tidak hanya dibentuk oleh masyarakat, tetapi juga mencoba mengubah masyarakat, termasuk perubahan yang berakibat munculnya masalah-masalah sosial.

B. Masalah Sosial

Masalah sosial sesungguhnya merupakan akibat dari interaksi sosial antarindividu, antarindividu dengan kelompok, atau antarkelompok. Dalam keadaan normal, interaksi sosial dapat menghasilkan integrasi. Namun, interaksi sosial juga dapat menghasilkan konflik.

Soerjono Soekanto mengatakan bahwa masalah sosial adalah ketidaksesuaian antara unsur-unsur kebudayaan atau masyarakat yang membahayakan kehidupan kelompok sosial. Soerjono Soekanto membedakan masalah sosial menjadi empat yaitu sebagai berikut:
a. Masalah sosial dari faktor ekonomis, seperti kemiskinan dan pengangguran
b. Masalah sosial dari faktor biologis, seperti penyakit menular
c. Masalah sosial dari faktor psikologis, seperti penyakit syaraf dan bunuh diri
d. Masalah sosial dari faktor kebudayaan, seperti perceraian dan kenakalan remaja

Dalam menentukan apakah suatu masalah merupakan masalah sosial atau bukan, para sosiolog menggunakan beberapa dasar sebagai ukuran, yaitu:
1. Kriteria umum
Masalah sosial terjadi karena ada perbedaan antara nilai-nilai dalam suatu masyarakat dengan kondisi nyata kehidupan. Artinya, ada ketidakcocokan antara anggapan masyarakat tentang apa yang seharusnya terjadi dan kenyataan sebenarnya. Kriteria umum masalah sosial pun berbeda-beda di setiap masyarakat, hal ini tergantung pada nilai-nilai yang mereka anut. Contoh, di Indonesia kumpul kebo dilihat sebagai sebuah masalah, tetapi tidak demikian di Amerika.

2. Sumber masalah sosial
Selain bersumber dari interaksi sosial yang efektif, masalah sosial juga dapat bersumber dari gejala-gejala alam, seperti gempa bumi atau kemarau panjang. Namun tidak semua gejala alam menjadi sumber masalah sosial. Gejala alam menjadi sumber masalah sosial jika gejala tersebut mengakibatkan masalah sosial tertentu. Contohnya, banjir bukanlah masalah sosial. Namun akibat yang ditimbulkannya, seperti kehilangan tempat tinggal atau pencurian merupakan masalah sosial.

3. Pihak yang menetapkan masalah sosial
Dalam masyarakat, umumnya terdapat sekelompok kecil individu yang mempunyai kekuasaan dan wewenang untuk menentukan apakah sesuatu dianggap sebagai masalah sosial atau bukan. Kelompok-kelompok tersebut diantaranya adalah pemerintah, tokoh masyarakat, organisasi sosial, dewan atau musyawarah masyarakat.

4. Masalah sosial nyata dan laten
Masalah sosial nyata adalah masalah sosial yang timbul akibat terjadinya kepincangan yang disebabkan ketidaksesuaian tindakan dengan norma dan nilai masyarakat. Masalah sosial nyata umumnya berusaha dihilangkan. Masalah sosial laten adalah masalah sosial yang ada dalam masyarakat, tetapi tidak diakui sebagai masalah. Hal ini umumnya disebabkan ketidakberdayaan masyarakat untuk mengatasinya.

5. Perhatian masyarakat dan masalah sosial
Suatu kejadian atau peristiwa berubah menjadi masalah sosial ketika hal tersebut menarik perhatian masyarakat. Masyarakat secara intens membahas dan menggugat peristiwa tersebut. Namun demikian, tidak semua masalah sosial menjadi perhatian masyarakat. Sebaliknya suatu yang menjadi perhatian masyarakat belum tentu merupakan masalah. Contohnya, merebaknya pelanggaran lalu lintas adalah masalah, namun tidak menarik perhatian masyarakat. Sebaliknya sebuah bus yang terbalik di jalan raya bukanlah masalah sosial walaupun menarik perhatian masyarakat.

Beberapa Masalah Sosial Masa Kini
1. Kemiskinan
Kemiskinan diartikan sebagai keadaan seseorang yang tidak sanggup memelihara dirinya sendiri sesuai dengan taraf kehidupan kelompok, dan tidak mampu memanfaatkan tenaga mental maupun fisiknya dalam kelompok tersebut. Dalam masyarakat modern, kemiskinan dilihat sebagai keadaan seseorang tidak memiliki harta yang cukup untuk memenuhi standar kehidupan di lingkungannya. Secara sosiologis, masalah kemiskinan ini timbul karena lembaga kemasyarakatan di bidang ekonomi tidak berfungsi dengan baik.

2. Kejahatan
Kejahatan terbentuk melalui proses imitasi, pelaksanaan peran sosial, asosiasi diferensial, kompensasi, identifikasi, konsepsi diri, dan kekecewaan yang agresif. Kejahatan juga dapat dipicu oleh pola hidup konsumtif yang tidak diimbangi dengan produktivitas.

3. Disorganisasi Keluarga
Adalah perpecahan keluarga sebagai suatu unit karena anggota-anggotanya gagal memenuhi kewajiban yang sesuai dengan peran sosialnya. Bentuk-bentuk disorganisasi keluarga adalah keluarga yang tidak lengkap karena hubungan diluar nikah, perceraian, buruknya komunikasi antaranggota keluarga, krisis keluarga karena kepala keluarga meninggalkan keluarga (seperti meninggal, dihukum pidana atau berperang), serta terganggunya mental salah satu anggota keluarga.

4. Masalah Generasi Muda Masyarakat Modern
Umumnya ditandai oleh dua ciri yang berlawanan, yaitu keinginan untuk melawan dan sikap apatis. Keinginan untuk melawan antara lain ditunjukkan dalam sikap radikalisme. Sementara, sikap apatis misalnya penyesuaian yang membabi buta terhadap ukuran moral generasi tua. Dalam masyarakat yang sedang mengalami masa transisi, generasi muda seolah terjepit antara norma lama dan norma baru (yang kadang belum terbentuk).

5. Peperangan
Merupakan sebuah bentuk pertentangan antara kelompok atau masyarakat (termasuk negara) yang umumnya diakhiri dengan akomodasi.

6. Pelanggaran Terhadap Norma-Norma Masyarakat
a. Pelacuran
Dapat diartikan sebagai suatu pekerjaan berupa penyerahan diri kepada umum untuk melakukan perbuatan seksual guna mendapatkan upah. Faktor penyebab pelacuran umumnya berasal dari dalam maupun dari luar pelaku. Faktor dari dalam antara lain nafsu seksual yang tinggi, sifat malas, dan keinginan untuk hidup mewah. Faktor dari luar antara lain faktor ekonomi dan urbanisasi.
 

b. Kenakalan Remaja
Umumnya berupa perilaku atau tindakan yang tidak disukai masyarakat seperti, perkelahian, kebut-kebutan, mencoret-coret fasilitas umum , merampok, atau meminta uang dan barang-barang secara paksa.
 

c. Alkoholisme
 

d. Korupsi
Umumnya dimengerti sebagai penyelewengan atau penyalahgunaan uang (negara, perusahaan, atau lembaga) yang bukan menjadi hak seseorang. Korupsi biasanya dilakukan dengan cara menyalahgunakan kekuasaan yang dimiliki.

C. Nilai dan Norma Sosial

Nilai Sosial
Nilai didefinisikan sebagai konsepsi (pemikiran) abstrak dalam diri manusia mengenai apa yang dianggap baik dan buruk.

Ciri-ciri Nilai
1. Konstruksi masyarakat sebagai hasil interaksi antarwarga masyarakat
2. Disebarkan antara sesama warga masyarakat (bukan bawaan individu sejak lahir)
3. Terbentuk melalui sosialisasi (proses belajar)
4. Bagian dari usaha pemenuhan kebutuhan dan kepuasan sosial manusia.
5. Dapat mempengaruhi perkembangan diri seseorang
6. Memiliki pengaruh yang berbeda antarwarga masyarakat
7. Cenderung berkaitan satu sama lain dan membentuk sistem nilai

Fungsi nilai sosial menurut Drs. Suprapto
1. Dapat menyumbang seperangkat alat untuk menetapkan “harga” sosial dari suatu kelompok
2. Mengarahkan masyarakat dalam berpikir dan bertingkahlaku
3. Penentu terakhir manusia dalam memenuhi peranan-peranan sosial
4. Alat solidaritas di kalangan anggota kelompok (masyarakat)
5. Alat pengawas/Kontrol perilaku manusia dengan daya tekan dan daya mengikat tertentu agar orang mau berperilaku sesuai dengan sistem nilai

Pembagian nilai
Prof. Dr. Notonegoro membagi nilai sosial menjadi tiga :
1. Nilai material, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi unsur fisik manusia.
2. Nilai vital, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi manusia untuk mengadakan kegiatan dan aktivitas.
3. Nilai kerohanian, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi batin (rohani) manusia. Diantaranya :
a. Nilai kebenaran yang bersumber pada akal manusia
b. Nilai keindahan yang bersumber pada rasa keindahan (estetis)
c. Nilai kebaikan atau nilai moral yang bersumber pada kodrat manusia seperti kehendak dan kemauan
d. Nilai religius yang bersumber pada kepercayaan dan keyakinan manusia.

Nilai juga dapat dibedakan berdasarkan cirinya, yaitu nilai dominan dan nilai yang mendarah daging.
1. Nilai dominan adalah nilai yang dianggap lebih penting dibadingkan nilai lainnya.
2. Nilai yang mendarah daging adalah nilai yang telah menjadi kepribadian dan kebiasaan, sehingga seseorang menjalankannya tanpa melalui proses berpikir atau pertimbangan lagi, melainkan secara tidak sadar

Norma Sosial
Norma adalah aturan atau ketentuan yang mengikat warga kelompok dalam masyarakat. Norma dipakai sebagai panduan, tatanan, dan pengendali tingkah laku yang sesuai dengan harapan masyarakat. Norma berfungsi mengatur dan mengendalikan perilaku masyarakat demi terciptanya keteraturan sosial. Norma menjadi panduan, tatanan, dan pengendali tingkah laku. Norma juga menjadi kriteria bagi masyarakat untuk mendukung atau menolak perilaku seseorang.

Norma sosial yang mengatur masyarakat bersifat formal dan non formal
1. Norma formal bersumber dari lembaga masyarakat (institusi) formal. Norma ini biasanya tertulis
2. Norma nonformal biasanya tidak tertulis dan jumlahnya lebih banyak dari norma formal.

Tingkatan Norma
Norma yang berlaku di dalam masyarakat mempunyai kekuatan mengikat yang berbeda-beda. Ada norma yang lemah, sedang, hingga norma yang mempunyai daya ikat sangat kuat di mana anggota masyarakat pada umumnya tidak berani melanggarnya.
 

Demikian dilihat dari kekuatan mengikat terhadap anggota masyarakat, norma dibedakan menjadi beberapa tingkatan. Masing-masing tingkatan norma memiliki kekuatan memaksa yang berbeda.
1. Cara (usage) adalah norma yang paling lemah daya pengikatnya karena orang yang melanggar hanya mendapat sanksi dari masyarakat berupa cemoohan atau ejekan.
 

2. Kebiasaan (folksways) adalah aturan dengan kekuatan mengikat yang lebih kuat daripada usage. Kebiasaan merupakan perbuatan yang dilakukan berulang-ulang sehingga menjadi bukti bahwa orang yang melakukannya menyukai dan menyadari perbuatannya. Kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan oleh sebagian besar anggota masyarakat disebut sebagai tradisi dan menjadi identitas atau ciri dari masyarakat tersebut.
 

3. Tata kelakuan (mores) adalah aturan yang sudah diterima masyarakat secara sadar atau tidak sadar dan dijadikan alat pengawas atau Kontrol terhadap anggota-anggota masyarakat. Tata kelakuan mengharuskan anggota masyarakat untuk menyesuaikan tindakan dengan aturan yang berlaku. Pelanggaran terhadapnya akan diberi sanksi yang berat.
 

4. Adat istiadat (custom), pada umumnya tidak tertulis, namun memiliki sanksi, baik langsung maupun tidak langsung. Sanksinya berupa sikap penolakan dari masyarakat. Bahkan pengusiran.

Jenis Norma
Norma yang berlaku di masyarakat dapat diklasifikasikan menjadi lima jenis,
1. Norma agama, norma yang berdasarkan ajaran atau kaidah suatu agama
2. Norma kesusilaan, norma yang didasarkan pada hati nurani atau akhlak manusia
3. Norma kesopanan, norma yang berpangkal dari aturan tingkah laku di dalam masyarakat
4. Norma kebiasaan (habit), merupakan hasil dari melakukan perbuatan yang sama secara berulang-ulang sehingga menjadi kebiasaan.
5. Norma hukum, himpunan petunjuk atau perintah dan larangan yang mengatur tata tertib dalam suatu masyarakat (negara)

D. Sosialisasi dan Pembentukan Kepribadian

1. Hakikat Sosialisasi
Dalam sosiologi, penanaman atau proses belajar kebiasaan-kebiasaan didalam suatu kelompok atau masyarakat disebut sosialisasi. Ada banyak pendapat tentang sosialisasi, diantaranya:
1. Menurut Peter L. Berger, sosialisasi adalah proses belajar seorang anak untuk menjadi anggota yang dapat berpartisipasi di dalam masyarakat.
 

2. Koentjaraningrat mendefinisikan sosialisasi sebagai proses belajar kebudayaan dalam hubungan dengan sistem sosial, di mana seorang individu dari masa anak-anak hingga masa tuanya belajar pola-pola tindakan dalam interaksi dengan segala macam individu di sekelilingnya.

Dari dua definisi tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa sosialisasi adalah sebuah proses penanaman atau transfer kebiasaan atau nilai dan aturan atau norma dari satu generasi ke generasi lainnya dalam sebuah kelompok atau masyarakat.
 

Menurut sejumlah sosiolog, hal yang dipelajari dalam proses sosialisasi adalah peran, yaitu bagaimana seseorang berperan sesuai dengan nilai, kebiasaan, dan norma yang berlaku dalam masyarakat atau kelompoknya. Sementara itu, beberapa tokoh lain mengemukakan bahwa yang dipelajari dalam proses sosialisasi adalah nilai dan norma sosial. Oleh sebab itu, teori sosialisasi dari sejumlah tokoh sosiologi merupakan teori peran (role theory)

2. Proses sosialisasi dan pembentukan kepribadian
Kepribadian merupakan kumpulan kebiasaan, sifat, sikap, dan ide-ide dari seorang individu yang berpola dan berkaitan secara eksternal dengan peran dan status, dan secara internal dengan motivasi dan tujuan pribadi serta dan berbagai aspek kedirian lainnya. Kepribadian adalah produk dari interaksi sosial dalam kehidupan kelompok.
 

Menurut Jhon Milton Yinger, kepribadian adalah keseluruhan perilaku seorang individu dengan sistem kecenderungan tertentu yang berinteraksi dengan serangkaian situasi. Sistem kecenderungan di sini menyatakan bahwa setiap orang memiliki cara berperilaku yang khas, seperti sikap, bakat, adat, kecakapan, kebiasaan dan tindakan yang sama setiap hari.
 

Dalam sosiologi, istilah kepribadian dikenal dengan sebutan diri (self). Sosialisasi bertujuan membentuk diri seseorang agar dapat bertindak dan berperilaku sesuai dengan nilai dan norma yang dianut oleh masyarakat di lingkungan tempat tinggalnya.
 

Menurut George Herbert Mead dalam bukunya Mind, self, and Society, ketika lahir, manusia belum memiliki diri (self). Diri manusia berkembang tahap demi tahap melalui interaksi dengan anggota masyarakat lain, hal tersebut dikenal dengan proses pengambilan peran (role taking), yaitu:
1. Tahap Preparation Stage (tahap persiapan) mengenali lingkungan sekitarnya
2. Tahap Play Stage (tahap bermain peran) memainkan peran-peran orang dewasa disekelilingnya.
3. Tahap Game Stage (tahap siap bertindak) menempatkan pada posisi orang lain dan kemampuannya dalam bermain bersama-sama atau berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan yang terorganisir.
4. Tahap Generalized Other (penerimaan norma kolektif)

Faktor-faktor Pembentuk Kepribadian
Setiap orang mempunyai kepribadian. Hanya saja, tiap kepribadian berbeda satu sama lain. Hal tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu warisan biologis, lingkungan fisik, kebudayaan, pengalaman kelompok, dan pengalaman unik seseorang.

Peta Konsep Faktor Pembentuk Kepribadian
Peta Konsep Faktor Pembentuk Kepribadian
Warisan Biologis
Faktor keturunan berpengaruh terhadap pembentukan kepribadian. Warisan biologis menyediakan bahan mentah kepribadian yang dapat dibentuk dalam berbagai cara, misal badan yang tegap diharapkan dapat selalu memimpin, atau IQ (tingkat kecerdasan anak) akan lebih mirip dengan IQ orang tua kandungnya.

Lingkungan Fisik
Ellsworth Hutington menekankan bahwa perbedaan perilaku kelompok disebabkan oleh perbedaan iklim, topografi (permukaan atau relief bumi), dan sumber alam. Orang yang hidup di daerah pegunungan akan berbeda kepribadiannya dengan orang yang hidup di tepi pantai. Halnya orang yang hidup di daerah panas dan miskin cenderung berbeda kepribadiannya dengan orang di daerah subur dan kaya.

Kebudayaan
Kebudayaan berperan dalam membentuk kepribadian seseorang dan masyarakatnya. Di mana setiap kebudayaan tentunya akan menyediakan seperangkat norma dan nilai yang berbeda dari satu masyarakat dengan masyarakat lainnya.

Pengalaman Kelompok
Setiap kelompok akan menyediakan standar atau ukuran moral yang berbeda-beda. Pengalaman kelompok dalam hal ini disebut juga referensi group (kelompok acuan)

Pengalaman Unik
Pengalaman yang berbeda dari setiap orang akan membentuk kepribadian yang berbeda. Maksud dari pengalaman unik di sini adalah pengalaman yang tidak terlupakan atau unik.

3. Agen, Bentuk, Tipe, dan Pola Sosialisasi

Peta Konsep Agen, Bentuk, Tipe, dan Pola Sosialisasi
Peta Konsep Agen, Bentuk, Tipe, dan Pola Sosialisasi
Agen - Agen Sosialisasi
Dalam sosiologi, pihak-pihak yang melaksanakan sosialisasi disebut sebagai agen atau media sosialisasi. Fuller dan Jacobs mengidentifikasikan empat agen sosialisasi utama, yaitu :
1. Keluarga, pada masa awal kehidupan seseorang, agen sosialisasi terdiri atas orang tua dan saudara kandungnya. Namun dalam masyarakat yang mengenal sistem keluarga luas (extended family), agen sosialisasi tidak hanya kedua orang tua dan saudara kandung saja, tetapi juga paman, bibi, kakek, dan nenek. Getrude Jaeger mengemukakan bahwa peran agen sosialisasi pada tahap awal (primer), terutama peran orang tua sangat penting.
2. Kelompok Sebaya atau Sepermainan (Peer Group)
3. Sekolah
4. Media Massa, media massa terdiri dari media cetak (surat kabar atau majalah) dan media elektronik (radio, tv, internet, film, kaset, CD).

Bentuk Sosialisasi
1. Sosialisasi Primer, sosialisasi pada tahap awal kehidupan seseorang sebagai manusia. Sosialisasi primer dipelajari dalam keluarga.
 

2. Sosialisasi Sekunder, proses berikutnya yang memperkenalkan individu kedalam lingkungan di luar keluarganya, seperti sekolah, lingkungan bermain, dan lingkungan kerja.

Tipe Sosialisasi
1. Formal, sosialisasi tipe ini terjadi melalui lembaga-lembaga yang berwenang menurut ketentuan yang berlaku dalam Negara, seperti pendidikan di sekolah dan pendidikan militer
 

2. Informal, sosialisasi tipe ini terdapat di masyarakat atau dalam pergaulan yang bersifat kekeluargaan, seperti pergaulan sesama teman, sahabat, anggota klub, dan kelompok-kelompok sosial di dalamnya.

Pola Sosialisasi
1. Sosialisasi Represif, menekankan pada penggunaan hukuman terhadap kesalahan. Ciri lain dari sosialisasi represif adalah penekanan pada penggunaan materi dalam hukuman dan imbalan. Penekanan pada kepatuhan anak pada orang tua. Penekanan pada komunikasi yang bersifat satu arah, nonverbal dan berisi perintah, penekanan sosialisasi pada keinginan orangtua.
 

2. Sosialisasi Partisipatoris (participatory sosialization) merupakan pola dengan ciri pemberian imbalan ketika anak berperilaku baik. Hukuman dan imbalan bersifat simbolik. Penekanan pada interaksi dan komunikasi dua arah.

E. Penyimpangan Sosial

1. Konformitas
Proses sosialisasi menghasilkan konformitas. Menurut John M. Shepard, konformitas merupakan bentuk interaksi ketika seseorang berperilaku terhadap orang lain sesuai dengan harapan kelompok atau masyarakat tempat tinggalnya. Konformitas berarti proses penyesuaian diri dengan masyarakat dengan cara mentaati norma dan nilai yang dianut masyarakat. Sementara itu, perilaku yang menyimpang atau tidak sesuai dengan norma dan nilai dalam masyarakat disebut sebagai perilaku nonkonformis atau perilaku menyimpang (deviant behavior)

2. Perilaku Menyimpang
Pengertian Perilaku Menyimpang
Suatu perilaku dikatakan menyimpang apabila tidak sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku dalam masyarakat. Contohnya, menyontek, melakukan tawuran, merampok, mencuri, membunuh, menganiaya, menculik, menggunakan narkoba, atau melakukan korupsi. Dalam skala yang lebih kecil, perilaku menyimpang juga termasuk pelanggaran terhadap kebiasaan atau kepantasan, seperti siswa yang bolos sekolah atau pemuda yang mabuk-mabukan.

Teori-teori Perilaku Menyimpang
Edwin H. Sutherland
Mengemukakan sebuah teori yang dinamakannya differential association theory. Menurutnya, penyimpangan bersumber pada pergaulan dengan orang yang berperilaku menyimpang. Penyimpangan dipelajari melalui proses alih budaya. Melalui proses belajar ini, seseorang mempelajari suatu budaya menyimpang.

Edwin M. Lemert
Lemert menamakan teorinya labelling theory. Menurut Lemert, seseorang menjadi penyimpang (deviant) karena proses labelisasi (pemberian julukan atau cap) oleh masyarakat terhadap orang tersebut. Selanjutnya Lemert mengembangkan gagasan tentang penyimpangan primer dan sekunder untuk menjelaskan proses pelabelan.
1. Penyimpangan primer, yaitu perilaku menyimpang yang dilakukan seseorang namun pelakunya masih dapat diterima secara sosial. Cirinya, sifatnya sementara, tidak berulang, dan dapat ditolerir masyarakat.
2. Penyimpangan sekunder, yaitu perilaku menyimpang yang tidak dapat ditolerir masyarakat. Penyimpangan tersebut dilakukan oleh seseorang secara berulang-ulang dan terus-menerus.

Robert K. Merton
Merton melihat perilaku menyimpang dari sudut pandang yang lebih luas (makro), yaitu struktur sosial. Menurut Merton, struktur sosial tidak hanya menghasilkan konfromitas, tapi juga perilaku menyimpang. Struktur sosial menghasilkan pelanggaran terhadap aturan sosial dan menekan orang tertentu ke arah perilaku nonkonformis.


Dalam struktur sosial dan budaya, ada tujuan atau sasaran budaya yang disepakati oleh anggota masyarakat. Tujuan budaya adalah sesuatu yang pantas diraih. Untuk mencapai tujuan tersebut, struktur sosial dan budaya mengatur cara yang harus ditempuh dan aturan ini bersifat membatasi. Merton menyatakan bahwa perilaku menyimpang terjadi karena tidak adanya kaitan antara tujuan dengan cara yang telah ditetapkan dan dibenarkan oleh struktur sosial.

Emile Durkheim
Durkheim berpendapat bahwa orang yang berwatak jahat akan selalu ada dan kejahatanpun akan selalu ada. Dia bahkan berpandangan bahwa kejahatan diperlukan oleh masyarakat, karena dengan adanya kejahatan maka moralitas dan hukum dapat berkembang secara normal.

Karl Marx
Teori Marx dikenal dengan sebutan teori konflik. Menurut Marx, perilaku menyimpang merupakan perilaku yang didefinisikan atau dibentuk oleh pihak yang berkuasa untuk melindungi kepentingan mereka sendiri. Menurutnya, hukum merupakan cerminan kepentingan pihak yang berkuasa dan pengadilan hanya menguntungkan pihak tersebut.

David Berry
Penyimpangan tidak hanya semata-mata disebabkan oleh ketidakpatuhan terhadap nilai dan norma sosial yang berlaku di masyarakat. Tetapi juga karena orang tersebut memiliki standar nilai dan norma yang berbeda dengan orang lain.

3. Hubungan Antara Perilaku Menyimpang dan Sosialisasi yang Tidak Sempurna
Pada bagian sebelumnya kita telah mempelajari tentang pelaku-pelaku sosialisasi, seperti keluarga, sekolah, teman sepermainan, dan media massa (cetak elektronik). Setiap pelaku sosialisasi mempunyai fungsi masing-masing yang seharusnya saling melengkapi. Namun pada kenyataannya, sering terjadi ketidaksepadanan antara pesan yang disampaikan pelaku sosialisasi yang satu dengan pelaku sosialisasi yang lain.

4. Sifat dan Macam Perilaku Menyimpang

Peta Konsep Sifat dan Macam Perilaku Menyimpang
Peta Konsep Sifat dan Macam Perilaku Menyimpang
Sifat-sifat Perilaku Menyimpang
1. Penyimpangan Positif, penyimpangan yang berdampak positif terhadap sistem sosial karena mengandung unsur inovasi, kreativitas, dan memperkaya alternatif.


2. Penyimpangan Negatif, dalam penyimpangan yang bersifat negatif, pelaku bertindak mengikuti nilai-nilai sosial yang dipandang rendah dan berakibat buruk serta mengganggu sistem sosial. Tindakan dan pelakunya akan dicela dan tidak diterima oleh masyarakat.

Macam-macam Perilaku Menyimpang
1. Tindakan Kriminal atau Kejahatan
Tindakan kriminal atau kejahatan bertentangan dengan norma hukum, norma sosial, dan norma agama yang berlaku di masyarakat. Contoh tindakan kriminal (delik) antara lain adalah pencurian, penganiayaan, pembunuhan, penipuan, pemerkosaan, dan perampokan. Tindakan kejahatan umumnya mengakibatkan pihak lain kehilangan harta benda, cacat tubuh, bahkan kehilangan nyawa. Tindakan kejahatan mencakup pula semua kegiatan yang dapat mengganggu keamanan dan kestabilan negara seperti korupsi, makar, subversi, dan terorisme.


Donald Light, Suzanne Infeld Keller, dan Craig J. Calhoun membedakan kejahatan menjadi empat tipe, yaitu:
a. Kejahatan tanpa korban (crime without victim), kejahatan jenis ini tidak mengakibatkan penderitaan pada korban akibat tindak pidana orang lain. Contoh, berjudi, mengonsumsi narkoba, mabuk-mabukan, dan perilaku seks bebas
 

b. Kejahatan terorganisir (organized crime), pelaku kejahatan jenis ini merupakan komplotan yang secara berkesinambungan melakukan berbagai cara untuk mendapatkan uang atau kekuasaan dengan menghindari hukum. Contoh, komplotan koruptor, pelacuran, perjudian illegal, penadah barang curian, atau peminjaman uang dengan bunga tinggi (rentenir)
 

c. Kejahatan kerah putih (white collar crime), merupakan tipe kejahatan yang dilakukan oleh orang terpandang atau orang yang berstatus tinggi dalam pekerjaannya
 

d. Kejahatan korporat (corporate crime), kejahatan yang dilakukan atas nama organisasi dengan tujuan menaikkan keuntungan atau menekan kerugian. Contoh, perusahaan yang membuang limbah ke sungai

2. Penyimpangan Seksual
Adalah perilaku seksual yang tidak lazim dilakukan.
a. Perzinaan, hubungan seksual diluar nikah
b. Lesbianism, hubungan seksual yang dilakukan oleh sesame wanita
c. Homoseks, hubungan seksual yang dilakukan oleh sesame laki-laki
d. Kumpul kebo, tinggal bersama seperti suami istri tanpa hubungan pernikahan
e. Transvestitisme, memuaskan keinginan seks dengan mengenakan pakaian lawan jenis
f. Sodomi, hubungan seks melalui anus
g. Sadism, pemuasan seks dengan menyakiti orang lain
h. Pedofilia, memuaskan keinginan seks melalui hubungan seksual dengan anak-anak

3. Pemakaian dan Pengedar Obat terlarang
 

4. Penyimpangan dalam Bentuk Gaya Hidup, penyimpangan dalam bentuk gaya hidup yang berbeda dari biasanya antara lain sikap arogan dan eksentrik.

F. Pengendalian Sosial

1. Hakikat Pengendalian Sosial
Pengendalian sosial adalah mekanisme untuk mencegah penyimpangan dan mengarahkan anggota masyarakat untuk bertindak menurut norma dan nilai yang telah melembaga. Para sosiolog menggunakan istilah pengendalian sosial untuk menggambarkan segenap cara dan proses yang ditempuh oleh sekelompok orang oleh sekelompok orang atau masyarakat yang bersangkutan untuk memaksa individu agar taat pada sejumlah peraturan.

2. Cara Pengendalian Sosial
Terdapat dua sifat pengendalian sosial, yaitu preventif dan represif. Preventif adalah pengendalian sosial yang dilakukan sebelum terjadinya pelanggaran. Represif adalah pengendalian sosial yang ditujukan untuk memulihkan keadaan seperti sebelum terjadi pelanggaran. Pengendalian yang terakhir ini dilakukan setelah orang melakukan suatu tindakan penyimpangan.
 

Cara Pengendalian Melalui Institusi dan Noninstitusi
Cara pengendalian melalui institusi adalah cara pengendalian sosial melalui lembaga-lembaga sosial yang ada di dalam masyarakat, seperti lembaga pendidikan, hukum, agama, politik, ekonomi dan keluarga. Cara pengendalian melalui noninstitusi adalah cara pengendalian di luar institusi sosial yang ada, seperti oleh individu atau kelompok massa yang tidak saling mengenal. Cara pengendalian ini seringkali menggunakan kekerasan dan sifatnya tidak resmi.

Cara Pengendalian secara Lisan, Simbolik, dan Kekerasan
Cara pengendalian melalui lisan dan simbolik disebut juga cara pengendalian sosial persuasif. Cara ini menekankan pada usaha untuk mengajak atau membimbing anggota masyarakat agar dapat bertindak sesuai dengan aturan-aturan yang berlaku. Cara pengendalian sosial melalui kekerasan sering juga disebut cara pengendalian koersif. Cara ini menekankan pada tindakan atau ancaman yang menggunakan kekuatan fisik. Tujuannya adalah agar si pelaku jera dan tidak melakukan perbuatannya lagi.

Cara Pengendalian Sosial Melalui Imbalan dan Hukuman (Reward and Punishment)

Cara pengendalian sosial melalui imbalan cenderung bersifat preventif. Seseorang diberi imbalan atas tindakannya agar ia berperilaku sesuai dengan nilai dan norma sosial yang berlaku. Cara pengendalian sosial melalui hukuman cenderung bersifat represif. Cara ini bertujuan untuk memulihkan keadaan seperti sebelum terjadi pelanggaran.

Cara Pengendalian Sosial Formal dan Informal
Cara pengendalian formal menurut Paul Horton dan Chester Hunt adalah cara pengendalian sosial oleh lembaga-lembaga resmi yang memiliki peraturan-peraturan resmi, seperti perusahaan, perkumpulan serikat kerja, atau lembaga peradilan. Cara pengendalian informal adalah cara pengendalian sosial yang dilakukan oleh kelompok yang kecil, akrab, bersifat resmi, dan tidak mempunyai aturan-aturan resmi yang tertulis.

Cara Pengendalian Sosial melalui Sosialisasi
Menurut Erich Fromm, apabila suatu masyarakat ingin berfungsi efektif, maka para anggota harus berperilaku sesuai dengan nilai dan norma sosial yang mengatur pola hidup masyarakat tersebut. Agar anggota masyarakat berperilaku sesuai dengan nilai dan norma (conform), diperlukan proses penanaman nilai dan norma yang disebut sosialisasi.

Cara Pengendalian Sosial Melalui Tekanan Sosial
Richard Lapiere melihat pengendalian sosial sebagai proses yang lahir dari kebutuhan individu agar diterima dalam kelompok.

3. Peran Lembaga Formal dan Informal dalam Pengendalian Sosial
a. Polisi
b. Pengadilan
c. Adat
d. Tokoh Masyarakat
e. Media Massa


Ket. klik warna biru untuk link

Sumber
Maryati, Kun dan Juju Suryawati. 2014. Sosiologi 1:Kelompok Peminatan Ilmu-Ilmu Sosial. Jakarta. Esis Erlangga

Muin, Idianto. 2014. Sosiologi untuk SMA/MA Kelas X: Kelompok Peminatan Ilmu-ilmu Sosial. Erlangga. Jakarta    


Soal-Soal Klik di Sini
Soal-Soal Evaluasi Semester Ganjil Klik di Sini

Download Materi di Sini

Lihat Juga
1. Video Ragam Gejala Sosial dalam Masyarakat (Revisi) (Youtube Chanel. https://youtu.be/jerLQzlhkPQ ) Jangan lupa like, komen, dan subscribe yah...
2. Video Ragam Gejala Sosial dalam Masyarakat (Youtube Chanel. https://youtu.be/kG-Yu8nBUJI ) Jangan lupa like, komen, dan subscribe yah. 
3. Video Nilai dan Norma Sosial (Youtube Chanel. https://youtu.be/ndSyWtNOP4s ) Jangan lupa like, komen, dan subscribe yah.
4. Video Proses Sosialisasi dan Pembentukan Kepribadian (Youtube Chanel. https://youtu.be/dzQmCpbVkbA ) Jangan lupa like, komen, dan subscribe yah.
5. Video Perilaku Menyimpang (Youtube Chanel. https://youtu.be/ECsu0Ocr0IY ) Jangan lupa like, komen, dan subscribe yah.
6. Video Pengendalian Sosial (Youtube Chanel. https://youtu.be/pJWx5iV54TM )Jangan lupa like, komen, dan subscribe yah.   

Soal-Soal lain
1. Soal-soal Standar Ujian Nasional. Pengendalian Sosial Klik di Sini
2. Soal-soal Standar Ujian Nasional. Penyimpangan Sosial Klik di Sini
3. Soal-soal Standar Ujian Nasional. Sosialisasi dan Pembentukan Kepribadian Klik di Sini
4. Soal-soal Standar Ujian Nasional. Nilai dan Norma Sosial Klik di Sini
5. Soal-soal Simulasi Ujian Nasional Sosiologi Kategori C4 dan C5 (HOTS). Materi Pengendalian Sosial Klik di Sini
6. Soal-soal Simulasi Ujian Nasional Sosiologi Kategori C4 dan C5 (HOTS). Materi Perilaku Menyimpang Klik di Sini
7. Soal-soal Simulasi Ujian Nasional Sosiologi Kategori C4 dan C5 (HOTS). Materi Sosialisasi dan Pembentukan Kepribadian Klik di Sini
8. Soal-soal Simulasi Ujian Nasional Sosiologi Kategori C4 dan C5 (HOTS). Materi Nilai dan Norma Sosial Klik di Sini
9. Soal-Soal Sosiologi Kelas X. Kompetensi Penyimpangan dan Pengendalian Sosial Klik di Sini
10. Soal-Soal Sosiologi Kelas X. Kompetensi Nilai dan Norma Sosial Klik di Sini
11. Soal-Soal Sosiologi Kelas X. Kompetensi Sosialisasi Klik di Sini
12. Soal-Soal Higher Order Thinking Skill (HOTS) Sosiologi Materi Kelas X Bab 6. Pengendalian Sosial Klik di Sini
13. Soal-Soal Higher Order Thinking Skill (HOTS) Sosiologi Materi Kelas X Bab 5. Perilaku Menyimpang Klik di Sini
14. Soal-Soal Higher Order Thinking Skill (HOTS) Sosiologi Materi Kelas X Bab 4. Sosialisasi dan Pembentukan Kepribadian Klik di Sini
15. Soal-Soal Higher Order Thinking Skill (HOTS) Sosiologi Materi Kelas X Bab 2. Nilai dan Norma Sosial Klik di Sini
          
Media
1. Power Point 1
2. Power Point 2
3. Power Point 3
4. PPT Kelas X Sosiologi BAB 3 Ragam Gejala Sosial dalam Masyarakat (K-2013)
5. Video Penunjang
6. Materi Pengayaan Sosiologi. Ragam Gejala Sosial dalam Masyarakat

e-Book
1. Bagja Waluya. Sosiologi Kelas X. Menyelami Fenomena Sosial di Masyarakat
2. Elisanti. Titin Rostini. Sosiologi Kelas X. Sosiologi 1
3. Joko Sri Sukardi. Arif Rohman. Sosiologi Kelas X. Sosiologi 1
4. Sri Sudarmi. W Indriyanto. Sosiologi Kelas X. Sosiologi 1
5. Vina Dwi Laning. Sosiologi Kelas X. Sosiologi 1


Kamus
1. Kamus Sosiologi
2. Glosarium Sosiologi. Materi Kelas X
3. Kamus Istilah Sosiologi. Materi Nilai dan Norma
4. Kamus Istilah Sosiologi. Materi Sosialisasi dan Pembentukan Kepribadian
5. Kamus Istilah Sosiologi. Materi Perilaku Menyimpang
6. Kamus Istilah Sosiologi. Materi Pengendalian Sosial
7. Kamus Istilah Sosiologi. Materi Permasalahan Sosial 
8. Pengertian Masalah Sosial Menurut Ahli
9. Pengertian Kemiskinan Menurut Ahli
10. Pengertian Nilai Sosial Menurut Ahli
11. Pengertian Norma Sosial Menurut Ahli
12. Pengertian Sosialisasi Menurut Ahli
13. Pengertian Kepribadian Menurut Ahli
14. Pengertian Perilaku Menyimpang Menurut Ahli
15. Pengertian Pengendalian Sosial menurut Ahli

Teori-Teori Sosiologi Relevan Materi
1. Biografi dan Autobiografi Tokoh-Tokoh Sosiologi
2. Konstruksi Teoretis Teori-Teori Sosiologi
3. Polemik Internal Teori-Teori Sosiologi
4. Teori-Teori Sosiologi dari Klasik, Kontemporer, dan Postmodern

Teori-Teori Filsafat Relevan Materi
1. Biografi Filsuf
2. Aliran-Aliran Filsafat
3. Teori-Teori Filsafat dari Yunani, Modern, dan Postmodern
4. Teori-Teori Cultural Studies

Artikel Terkait Lainnya
1. Artikel Sosiologi Terkait Materi
2. Pengetahuan Umum Terkait Materi
Aletheia Rabbani
Aletheia Rabbani “Barang siapa yang tidak mampu menahan lelahnya belajar, maka ia harus mampu menahan perihnya kebodohan” _ Imam As-Syafi’i

Post a Comment