Alfred Schutz

Table of Contents
Biografi Alfred Schutz
Alfred Schutz

Sosiologi Fenomenologis

Filsafat fenomenologi (Srubar, 2005), dengan fokusnya pada kesadaran, mempunyai sejarah yang panjang, tetapi usaha untuk mengembangkan varian sosiologis fenomenologi (Ferguson, 2001) dapat dilacak pada penerbitan The Phenomenology of Social World karya Alfred Schutz di Jerman pada 1932 (J. Hall, 2007; Prendergast, 2005a; Rogers, 2000). Schutz sangat ingin mengetahui cara orang memahami kesadaran orang lain sementara orang itu hidup di dalam aliran kesadarannya sendiri. Schutz juga menggunakan intersubjektivitas dalam pengertian yang lebih luas untuk mencakup perhatian dunia sosial, khususnya hakikat sosial pengetahuan.

Banyak karya Schutz berfokus pada aspek dunia sosial yang disebut life world (dunia-kehidupan), atau dunia kehidupan sehari-hari. Hal itu adalah dunia intersubjektif tempat orang menciptakan realitas sosial sekaligus dibatasi oleh struktur-struktur sosial dan budaya yang sebelumnya sudah ada yang diciptakan oleh pendahulu. Meskipun banyak aspek dunia-kehidupan dimiliki bersama, ada juga beberapa aspek yang bersifat pribadi (yang diartikulasikan secara biografis). Di dalam dunia-kehidupan, Schutz membedakan antara hubungan tatap muka yang akrab (hubungan-kita) dan hubungan-hubungan jauh dan tidak pribadi (hubungan mereka). Sementara hubungan tatap muka sangat penting di dalam dunia-kehidupan, jauh lebih mudah bagi para sosiolog untuk mempelajari secara ilmiah hubungan-hubungan yang lebih tidak berpribadi. Meskipun Schutz berbalik menjauhi kesadaran dan menuju dunia-kehidupan intersubjektif, dia benar-benar memberikan wawasan-wawasan mengenai kesadaran, khususnya di dalam pemikiran-pemikirannya mengenai makna dan motif-motif orang.

Secara keseluruhan, Schutz berminat pada hubungan dialektis di antara cara orang membangun realitas sosial dan realitas sosial dan budaya yang kukuh yang mereka warisi dari para pendahulu di dunia sosial.


Ket. klik warna biru untuk link

Download di Sini

Teori
1. Husserl, Schutz, dan Fenomenologi
2. A Mirror On The Wall: Gambaran Realitas yang Terdistorsi
Aletheia Rabbani
Aletheia Rabbani “Barang siapa yang tidak mampu menahan lelahnya belajar, maka ia harus mampu menahan perihnya kebodohan” _ Imam As-Syafi’i

Post a Comment