Apa yang Ingin dikatakan oleh Air Mata

Table of Contents
Apa yang Ingin dikatakan oleh Air Mata
Air Mata
Dengan menangis, saya ingin menimbulkan tekanan (impress) pada seseorang, saya ingin menciptakan beban (suppres) supaya ditanggung oleh seseorang (Air mataku seolah mengatakan: Lihatlah apa yang telah kau perbuat atas diriku). Tangis_sebagaimana yang lazimnya terjadi_dapat menjadi orang lain (the other) yang ingin saya protes karena rasa teganya pada saya atau karena hatinya yang tidak punya rasa; tapi tangis juga dapat menjadi diriku sendiri (oneself)): saya membuat diri saya menangis untuk membuktikan pada diri saya bahwa penderitaan saya bukanlah suatu ilusi: air mata adalah tanda bukan ungkapan. Dengan air mata, saya dapat membuat kisah, saya membuat mitos (cara bicara) tentang penderitaan, dan dengan demikian saya menyesuaikan diri saya dengan mitos itu: saya dapat hidup dengan air mata sebab dengan menangis saya menciptakan untuk diriku sendiri seorang lawan bicara yang seperasaan yang menerima apa yang paling tulus dari pesan-pesan, yaitu pesan dari tubuhku dan bukan dari ucapanku: Kata-kata, apa itu? Setetes air mata sanggup mengatakan lebih banyak daripada pesan yang disampaikan oleh semua kata.
(Roland Barthes, The Lover's Discourse, 468)

The Lover's Discourse adalah salah satu karya Barthes di mana ia melakukan analisa teks dengan menggunakan prinsip tulisan sebagai jouisance (kesenangan) bahasa. Seperti tampak dalam judulnya, buku ini berisi wacana asmara yang ditemukan dalam karya-karya sejumlah pengarang seperti Werther, Scubert, Michelet, Nietzsche, Heine, Freud, lacan dan lain sebagainya. Dari tulisan-tulisan ini ia menemukan sejumlah tanda yang berkaitan dengan cinta seperti menangis (crying), mengapa (why), gosip (gossip). Kita mungkin merasakan suasana hati yang aneh ketika sedang jatuh cinta, demikian barthes mengungkapkan bahwa sia-sia saja berharap ia untuk berkonsentrasi pada satu titik, tetapi ingatlah, ia sedang jatuh cinta: ia menciptakan makna di mana pun, dan makna inilah yang menggetarkannya: ia berada dalam terpaan makna, sejenis parade makna-makna.

(Tekanan tangan, catatan informasi yang sangat luas-gerak tubuh yang sangat kecil di telapak tangan, lutut yang tidak beranjak, lengan yang terbentang, seolah benar-benar alami, di sekitar belakang sofa dan sebaliknya, di mana kepala yang lain bersandar-ini merupakan wilayah surgawi dari tanda-tanda yang subtil dan tersembunyi: seperti sebuah festival, bukan festival pengertian tetapi festival makna)

Pencinta hidup dalam semesta tanda-tanda: tidak ada sesuatu pun yang melibatkan kekasih yang tanpa makna, dan ia bisa menghabiskan waktu berjam-jam untuk  mengklasifikasi dan menginterpretasikan berbagai rincian perilaku tersebut. Kejadian itu memang remeh (ia selalu remeh) tetapi ia akan menarik karena bahasa yang saya miliki (hlm. 83/69). Demikian, kejadian-kejadian tersebut lumrah, biasa dialami oleh setiap orang, akan tetapi akan menjadi luar biasa jikalau dikemas lewat kekuatan bahasa dalam mengutarakannya; romansa, drama, novel percintaan akan selalu menarik saja sepanjang masa, padahal itu lumrah saja setiap orang, setiap hari mengalaminya.


Ket. klik warna biru untuk link

Download di Sini
Aletheia Rabbani
Aletheia Rabbani “Barang siapa yang tidak mampu menahan lelahnya belajar, maka ia harus mampu menahan perihnya kebodohan” _ Imam As-Syafi’i

Post a Comment