Belajar Berdemokrasi dan Hidup dalam Pluralisme
Table of Contents
Pluralisme |
Dari polemik tersebut, kita dapat banyak belajar menjawab sebuah tantangan yang serius dalam masyarakat kita, yaitu bagaimana berdemokrasi dan hidup dalam pluralisme. Demokrasi itu justru menjadi mungkin ketika setiap pihak berusaha keras untuk menerima dan memahami pluralisme pendapat tanpa terpeleset ke dalam relativisme, yaitu suatu anggapan bahwa tak ada kebenaran dan yang ada adalah kebenaran-kebenaran. Alegori yang barangkali dapat menjelaskan tuntutan sikap demokratis, yang dapat kita pelajari dari polemik tersebut, adalah model Habermas dan Derrida. Demokrasi mengandaikan mungkinnya suatu pemahaman timbal-balik dan konsensus yang tidak dipaksakan, sekurang-kurangnya mengenai norma-norma yang bisa diuniversalkan bersama, sebagaimana disarankan Habermas dalam Teori Tindakan Komunikatifnya. Meski demikian, kita juga belajar dari dekonstruksi Derrida suatu kenyataan bahwa suatu pemahaman timbal-balik kerap merupakan kesalahan timbal-balik atau suatu kekerasan tersembunyi (pseudokomunikasi atau trace yang diabsolutkan) yang harus dibongkar. Kebenaran palsu dalam arti itulah yang mau direlatifkan lewat dekonstruksi. Hal itu juga diandaikan kalau mau ber-demokrasi.
Mungkin klaim tentang zaman posmodern datang terlalu pagi ke pikiran kita di Indonesia, tetapi muatan etis yang dibawa polemik tersebut sungguh-sungguh merupakan tantangan aktual yang harus dipelajari, dihadapi, dan dipecahkan.
Ket. klik warna biru untuk link
Download di Sini
Sumber
Hardiman, F. Budi. 2003. Melampaui Positivisme dan Modernitas. Penerbit Kanisius. Yogyakarta
Post a Comment