Fordisme dan Pos-Fordisme
Table of Contents
Fordisme |
Fordisme tentu saja mengacu kepada ide-ide, prinsip dan sistem-sistem yang dibiakkan oleh Henry Ford. Ford pada umumnya dipuji karena pengembangan sistem produksi massal modern, terutama melalui penciptaan lini perakitan mobil. Ciri-ciri berikut ini dapat dihubungkan dengan Fordisme:
Produksi massal produk-produk homogen
Penggunaan teknologi-teknologi yang tidak luwes seperti lini perakitan
Penggunaan rutinitas kerja yang distandarkan (Taylorisme)
Peningkatan dalam produktivitas berasal dari ekonomi skala dan juga penghilangan keahlian, intensifikasi, dan homogenisasi tenaga kerja (Clarke, 1990:73)
Munculnya tenaga pekerja massal dan serikat-serikat buruh yang dibirokratisasikan
Negoisasi oleh serikat-serikat buruh untuk upah yang seragam terkait erat dengan peningkatan di dalam keuntungan dan produktivitas
Pertumbuhan suatu pasar untuk produk-produk yang dihomogenkan dari industri-industri produksi massal dan homogenisasi pola-pola konsumsi yang dihasilkan
Peningkatan upah, yang disebabkan oleh unionisasi, menghasilkan permintaan yang semakin banyak akan penambahan persediaan produk-produk yang diproduksi massal
Suatu pasar untuk produk-produk yang diatur oleh kebijakan-kebijakan makroekonomi Keynesian dan suatu pasar untuk tenaga kerja yang ditangani oleh penawaran kolektif yang diawasi oleh negara
Lembaga-lembaga pendidikan massal yang menyediakan massa pekerja yang dibutuhkan oleh industri (Clarke, 1990:73)
Sementara Fordisme bertumbuh di sepanjang abad kedua puluh khususnya di Amerika Serikat, Fordisme mencapai puncaknya dan mulai mengalami kemunduran pada 1970-an, khususnya setelah krisis minyak 1973 dan kemunduran berikutnya industri mobil dan munculnya orang Jepang sebagai saingannya. Hasilnya, diargumenkan bahwa kita sedang menyaksikan kemunduran Fordisme dan munculnya pos-Fordisme, yang dicirikan oleh hal berikut ini:
Kemunduran minat pada produk-produk massal disertai dengan pertumbuhan minat pada produk-produk yang lebih terspesialisasi, khususnya yang mempunyai gaya dan kualitas tinggi
Produk-produk yang terspesialisasi memerlukan pelaksanaan produksi yang lebih singkat, yang menghasilkan sistem-sistem yang lebih kecil dan lebih produktif
Produksi-produksi yang lebih luwes diuntungkan dengan datangnya teknologi-teknologi baru, pelatihan yang lebih baik, tanggung jawab yang lebih banyak dan otonomi yang lebih besar
Produksi harus dikendalikan melalui sistem-sistem yang lebih luwes
Birokrasi-birokrasi raksasa, yang tidak luwes perlu diganti secara dramatis agar dapat beroperasi dengan lebih luwes
Serikat-serikat buruh yang dibirokratisasi (dan partai-partai politis) tidak lagi mewakili secara memadai kepentingan-kepentingan tenaga kerja baru yang sangat terdiferensiasi
Penawaran kolektif yang didesentralisasi menggantikan negoisasi-negoisasi yang tersentralisasi
Para pekerja menjadi semakin terdiferensiasi seperti halnya rakyat dan memerlukan komoditas, gaya hidup, dan penyaluran budaya yang lebih terdiferensiasi
Negara kesejahteraan yang tersentralisasi tidak lagi memenuhi kebutuhan (misalnya, kesehatan, kesejahteraan, pendidikan) populasi yang beragam, dan terdiferensiasi, dibutuhkan lembaga-lembaga yang lebih fleksibel (Clarke, 1990:73-74)
Jika orang butuh merangkum perubahan dari Fordisme ke pos-Fordisme, hal itu akan dilukiskan sebagai peralihan dari homogenitas ke heterogenitas. Ada dua isu umum yang termuat di sini. Pertama, apakah transisi dari Fordisme menuju pos-Fordisme benar-benar terjadi? Kedua, apakah pos-Fordisme memberi harapan pemecahan masalah-masalah yang terkait dengan Fordisme?
Pertama, tentu saja tidak ada pemutusan historis antara Fordisme dan pos-Fordisme (S. Hall, 1988). Meskipun kita bersedia mengakui bahwa unsur-unsur pos-Fordisme telah muncul di dunia modern, sama jelasnya bahwa unsur-unsur Fordisme masih bertahan dan tidak menunjukkan tanda-tanda sedang lenyap. Contohnya, sesuatu dapat kita sebut McDonaldisme, suatu fenomena yang dalam banyak hal mempunyai kesamaan dengan Fordisme, sedang tumbuh dalam kecepatan yang sangat mengejutkan di dalam masyarakat kontemporer. Berbasis model restoran cepat saji, semakin banyak sektor-sektor masyarakat sedang memanfaatkan prinsip-prinsip McDonaldisme (Ritzer, 2008b). McDonaldisme mempunyai banyak karakteristik yang sama dengan Fordisme—produk-produk yang homogen, teknologi-teknologi yang kaku, rutinitas kerja yang distandarkan, penghancuran keahlian, homogenisasi tenaga kerja (dan pelanggan), pekerja massa, homogenisasi konsumsi, dan seterusnya. Oleh karena itu, Fordisme masih hidup dan sehat di dunia modern, meskipun ia berubah fantastis menjadi McDonaldisme. Selanjutnya, Fordisme klasik—contohnya, di dalam bentuk lini perakitan—mempertahankan kehadiran yang signifikan dalam masyarakat Amerika.
Kedua, sekalipun kita menerima ide bahwa pos-Fordisme menyertai kita, apakah ia menyajikan solusi bagi masalah-masalah masyarakat kapitalis modern? Beberapa neo-Marxis (dan banyak pendukung sistem kapitalis ) menaruh harapan besar kepadanya: Pos-Fordisme terutama adalah ungkapan harapan bahwa perkembangan kapitalis masa depan akan menjadi keselamatan demokrasi sosial (Clarke, 1990:75). Akan tetapi, itu hanyalah suatu harapan dan dalam banyak kasus, selalu ada bukti bahwa pos-Fordisme mungkin bukanlah nirwana yang diharapkan beberapa pengamat.
Model Jepang (yang dipudarkan oleh keruntuhan yang tajam industri Jepang pada 1990-an) secara luas dipercaya sebagai acuan bagi pos-Fordisme. Akan tetapi, riset pada industri Jepang (Satoshi, 1982) dan pada industri-industri Amerika yang memanfaatkan teknik-teknik manajemen Jepang menunjukkan bahwa ada masalah-masalah besar dengan sistem itu dan bahkan dapat membantu meningkatkan level eksploitasi pekerja. Parker dan Slaughter menyebut sistem Jepang sebagaimana yang di gunakan di Amerika Serikat (dan mungkin lebih buruk lagi di Jepang) manajemen dengan tekanan:Tujuannya ialah merentangkan sistem seperti sebuah pita karet sampai ke batas elastisitasnya (1990:33). Di antara hal lain, kerja dipercepat hingga melebihi lini perakitan Amerika tradisional, memberikan tegangan yang sangat besar kepada para pekerja, yang harus bekerja secara heroik hanya untuk menyelesaikan lini tersebut. Secara lebih umum, Levidow melukiskan para pekerja pos-Fordis baru tidak henti-hentinya ditekan untuk meningkatkan produktivitas mereka, sering demi upah nyata yang lebih rendah—entah mereka pekerja pabrik, pekerja rumah di dalam industri garmen, pekerja jasa yang diprivatkan atau bahkan pengajar politeknik (1990:59). Oleh karena itu, mungkin daripada menggambarkan suatu solusi bagi masalah-masalah kapitalisme, pos-Fordisme mungkin sekadar menjadi fase baru yang lebih membahayakan dalam meningkatkan eksploitasi pekerja oleh para kapitalis.
Ket. klik warna biru untuk link
Download di Sini
Sumber.
Ritzer, George. 2012. Teori Sosiologi; Dari Sosiologi Klasik Sampai Perkembangan Terakhir Postmodern. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.
Post a Comment