Georg Simmel. Bentuk-bentuk Sosial; Superordinasi dan Subordinasi

Table of Contents
Bentuk-bentuk Sosial Superordinasi dan Subordinasi
Georg Simmel
Seperti halnya dengan tipe-tipe sosial, Simmel memerhatikan deretan luas bentuk-bentuk sosial, termasuk pertukaran, konflik, pelacuran, dan keramahan. Kita dapat menggambarkan karya Simmel (1908/1971b) mengenai bentuk-bentuk sosial melalui diskusinya mengenai dominasi, yakni, superordinasi dan subordinasi.

Superordinasi dan subordinasi

Superordinasi dan subordinasi mempunyai hubungan timbal-balik. Sang pemimpin tidak ingin menentukan secara lengkap pemikiran-pemikiran dan tindakan-tindakan orang lain. Lebih tepatnya, sang pemimpin mengharapkan bawahannya bereaksi baik secara positif maupun negatif. Bentuk interaksi tersebut ataupun setiap bentuk lainnya, tidak akan pernah bisa ada tanpa hubungan timbal balik. Bahkan, di dalam bentuk dominasi yang paling menindas pun, orang-orang subordinat setidaknya sampai derajat tertentu mempunyai kebebasan pribadi. Bagi sebagian besar orang, superordinasi meliputi suatu usaha untuk melenyapkan secara lengkap independensi orang-orang bawahannya, tetapi Simmel berargumen bahwa suatu hubungan sosial akan berhenti berada jika hal itu benar-benar terjadi.

Simmel menegaskan bahwa orang dapat menjadi subordinat bagi seorang individu, suatu kelompok, atau suatu daya objektif. Kepemimpinan oleh individu tunggal umumnya menyebabkan suatu kelompok yang terikat erat baik untuk mendukung maupun untuk melawan sang pemimpin. Bahkan, ketika muncul perlawanan di dalam kelompok demikian, perselisihan dapat diselesaikan dengan lebih mudah bila pihak-pihak yang berselisih berdiri di bawah satu kekuasaan yang lebih tinggi. Subordinasi di bawah suatu pluralitas dapat mempunyai efek-efek yang sangat berbeda. Di satu sisi, objektivitas kekuasaan yang dijalankan oleh suatu pluralitas dapat menghasilkan kesatuan yang lebih besar di dalam kelompok daripada kekuasaan yang sewenang-wenang yang dijalankan oleh seorang individu. Di sisi lain, permusuhan lebih mungkin timbul di kalangan subordinat jika mereka tidak mendapat perhatian pribadi dari seorang pemimpin.

Simmel menemukan bahwa subordinasi di bawah suatu prinsip objektif adalah yang paling menyakitkan, mungkin karena hubungan-hubungan manusia dan interaksi sosial dilenyapkan. Orang-orang merasa mereka ditentukan oleh suatu hukum yang tidak berpribadi yang tidak dapat mereka pengaruhi. Simmel melihat subordinasi kepada seorang individu lebih membebaskan dan lebih spontan: Subordinasi di bawah seseorang mempunyai suatu unsur kebebasan dan martabat dibandingkan dengan segala kepatuhan kepada hukum-hukum yang mekanis dan pasif (1908-1917d: 115). Bahkan, lebih buruk lagi adalah subordinasi kepada objek-objek (contohnya, ikon-ikon), yang ditemukan Simmel merupakan suatu jenis subordinasi yang keras dengan cara merendahkan dan tidak bersyarat (1908-1971d:115). Oleh karena itu, individu didominasi oleh suatu benda, dia sendiri secara psikologis tenggelam ke dalam kategori sekadar benda (Simmel, 1908-1971d:117).


Ket. klik warna biru untuk link

Download di Sini

Sumber
Ritzer, George. 2012. Teori Sosiologi; Dari Sosiologi Klasik Sampai Perkembangan Terakhir Postmodern. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.


Lihat Juga
Superordinasi dan Subordinasi Georg Simmel (Youtube Channel. https://youtu.be/fNYW_QsKu0k ) Jangan lupa like, komen, share, dan subscribe yah...

Baca Juga
1. Georg Simmel. Biografi
2. Georg Simmel. Kebudayaan Objektif
3. Georg Simmel. Bentuk-Bentuk dan Tipe-Tipe Interaksi Sosial
4. Georg Simmel. Geometri Sosial
5. Georg Simmel. Kerahasiaan; Sebuah Geometri Sosial
6. Georg Simmel. The Philosphy of Money
7. Georg Simmel. Level-Level dan Wilayah-Wilayah Perhatian
8. Georg Simmel. Pemikiran Dialektis
9. Georg Simmel. Fesyen 
10. Georg Simmel. Kebudayaan Individual (Subjektif) dan Kebudayaan Objektif
11. Tokoh-Tokoh yang Mempengaruhi Perkembangan Ilmu Sosiologi
12. Teori-Teori Sosiologi Sesudah Comte: Mazhab Formal
Aletheia Rabbani
Aletheia Rabbani “Barang siapa yang tidak mampu menahan lelahnya belajar, maka ia harus mampu menahan perihnya kebodohan” _ Imam As-Syafi’i

Post a Comment