Karl Raimund Popper. Pandangan tentang Dunia 3
Table of Contents
Karl Raimund Popper |
Maka dari itu menurut Popper perlu kita membedakan tiga macam dunia: dunia 1 (world 1) meliputi semua hal fisis yang disajikan kepada panca indera; dunia 2 (world 2) yang meliputi segala sesuatu yang dialami secara subjektif, seperti misalnya proses-proses pemikiran; dan dunia 3 (world 3) yang terdiri dari pikiran-pikiran dalam arti isi pikiran.
Perlu kita bedakan sejelas mungkin antara ketiga dunia itu dan terutama antara dunia 2 dan dunia 3, kata Popper. Di sini tidak mungkin mengikuti analisis terperinci yang diberikan Popper; cukuplah kita ingat perbedaan-perbedaan yang sudah disinggung di atas. Yang penting ialah bahwa suatu pernyataan objektif atau—katakanlah—suatu teori dapat dibicarakan dan dikritik. Untuk itu perlu teori itu dirumuskan, sebaiknya dalam bentuk tertulis atau cetakan. Jadi, teori-teori, problem-problem, ulasan-ulasan termasuk dunia 3, tetapi juga buku-buku, dan majalah-majalah (sekalipun dari sudut lain tentu saja benda-benda terakhir ini juga termasuk dunia 1). Kiranya sudah jelas bahwa dunia 3 ini sangat hakiki bagi ilmu pengetahuan. Tentu saja, seorang ilmuwan secara langsung berminat untuk objek-objek fisis (jadi, objek-objek dari dunia 1). Tetapi mau tidak mau segera ia dipengaruhi oleh dan dikonfrontasikan dengan objek-objek dari dunia 3, seperti teori-teori. Dan karena objek-objek dari dunia 3 betul-betul dapat mempengaruhi kita, Popper tidak segan mengatakan bahwa objek-objek dari dunia 3 itu real, biarpun realitasnya tentu lain daripada kursi-kursi dan meja-meja. Popper berpendapat juga bahwa objek-objek dari dunia 3 bersifat otonom, setidak-tidaknya untuk sebagian. Alasannya ialah karena saya dapat salah menangkap suatu teori, misalnya; malah orang yang mengemukakan suatu teori baru, dapat salah mengerti beberapa bagiannya (seperti umpamanya pernah dialami Einstein). Dan juga karena suatu teori dapat mempunyai konsekuensi-konsekuensi yang tidak dimaksudkan atau diduga sebelumnya. Suatu ciri lain lagi ialah bahwa dunia 3 tidak mengenal waktu (timeless): suatu kebenaran logis atau kontradiksi, misalnya, sama sekali tidak bersangkut paut dengan waktu.
Tetapi Popper tidak mau menganggap dunia 3 ini sebagai semacam dunia Idea gaya Plato. Ia beranggapan bahwa dunia 3 merupakan buah hasil aktivitas roh manusiawi. Kita manusia menciptakan objek-objek dari dunia 3, tetapi setelah dihasilkan dunia 3 ini berdiri sendiri. Dan banyak—barangkali kebanyakan—kegiatan kita menyangkut objek-objek dari dunia 3 ini. Jika kita menerima adanya dunia 3, maka menurut Popper terbukalah banyak perspektif baru dalam filsafat, khusus epistemologi. Dengan demikian kita dapat membebaskan dari suatu pandangan terlalu subjektivistis mengenai pengetahuan. Karena adanya objek-objek dunia 3, sudah jelas bahwa pengetahuan kita mempunyai aspek objektif. Filsafat pengetahuan mulai sekarang terlalu terpusatkan pada dunia 2, tetapi justru karena itu filsafat pengetahuan itu kurang relevan bagi studi mengenai pengetahuan ilmiah. Dan studi tentang dunia 3 dapat menyumbang banyak untuk memahami lebih baik dunia 2, sedangkan studi tentang dunia 2 tidak menghasilkan banyak untuk mengerti wilayah dunia 3. Lagi pula, konsepsi ini memungkinkan juga untuk menempatkan studi tentang pengetahuan dalam suatu perspektif evolusionistis (tanpa perlu menganut suatu determinasi historis seperti Marx), sebab pada taraf binatang sudah ada objek-objek yang mirip dengan objek-objek dari dunia 3 kita, seperti misalnya sarang burung atau sarang madu lebah. Akhirnya, dunia 3 ini dapat diperluas lagi sampai meliputi semua produk yang keluar dari aktivitas manusia seperti misalnya alat-alat, lembaga-lembaga, karya-karya seni. Kalau begitu, dunia 3 meliputi seluruh cakrawala kebudayaan manusia.
Ket. klik warna biru untuk link
Download di Sini
Sumber.
Bertens, Kees. 2002. Filsafat Barat Kontemporer: Inggris-Jerman. Jakarta. Gramedia
Baca Juga
1. Karl Raimund Popper. Biografi dan Karya
2. Mendekati Kebenaran Bersama Karl Raimund Popper
3. Karl Raimund Popper. Filsafat Politik dan Sosial
4. Karl Raimund Popper. Masalah Demarkasi
Post a Comment