Manusia Satu Dimensi
Table of Contents
Herbert Marcuse |
Manusia adalah makhluk yang menurut kodratnya mendambakan kebahagiaan dan berhak juga atas kebahagiaan. Perwujudan kebahagian ini ada pada terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan hidupnya. Untuk pertama kalinya dalam sejarah, zaman modern ini mempunyai kemungkinan-kemungkinan objektif untuk merealisasikan kebutuhan-kebutuhan tersebut, antara lain karena pekerjaan, berkat otomatisasi, sudah hampir tidak lagi bersifat menghinakan martabat manusia. Meskipun demikian, manusia modern tetap terhalang dalam merealisasikan kebutuhannya karena suasana refresif (menindas) yang menandai masyarakat di mana ia hidup.
Ciri khas yang menonjol dalam masyarakat industri modern adalah peranan ilmu pengetahuan dan teknologi. Rasionalitas dalam zaman kita ini adalah rasionalitas teknologis. Segala sesuatu dipandang dan dihargai sejauh dapat dikuasai, digunakan, diperalat, dimanipulasi, ditangani. Dalam pandangan teknologis, instrumentalisasi merupakan suatu istilah kunci. Mula-mula cara berpikir dan bertindak ini hanya dipraktekkan dalam hubungan dengan alam saja, tetapi lama kelamaan diterapkan juga pada manusia dan seluruh lapangan sosial. Bukan saja benda-benda, alam dan mesin-mesin diperalat dan dimanipulasikan, tetapi hal yang sama berlangsung juga di seluruh wilayah politik, dan kultural. Selain oleh instrumentalisasi, ilmu pengetahuan modern ditandai juga oleh operasionalisasi. Dengan operasionalisasi dimaksudkan bahwa konsep-konsep ilmu pengetahuan hanya berguna sejauh dapat digunakan, sejauh bersifat operabel. Hal ini tampak dengan demikian jelas dalam bidang penelitian sosial.
Dewasa ini bukan manusia yang menindas manusia; bukan golongan tertentu yang menindas golongan lain. Tetapi terdapat suatu sistem totaliter yang menguasai semua orang. Sistem teknologis seluruhnya merangkum seluruh realitas alamiah dan sosial dalam cengkramannya dan tidak ada orang yang dapat mempengaruhi sistem anonim tersebut. Sistem ini bersifat totaliter. Totaliter dalam berbagai arti. Sistem ini berlaku untuk semua orang dan semua lapisan masyarakat. Demikian, teknologi bukanlah sesuatu yang netral, tidak merupakan suatu wilayah bebas nilai. Tidak dapat dikatakan bahwa sistem teknologis hanya merupakan sarana, dan terserah manusia sendiri dalam mempergunakannya, namun technological rationality has become political rationality (rasionalitas teknologis mengharuskan pula rasionalitas sosial yang menyertainya), sistem teknolologis sendiri membangkitkan pada manusia keinginan-keinginan yang diperlukan supaya sistem dapat mempertahankan diri dan berkembang terus. Dibidang material manusia dewasa ini bisa sesuka hati memperoleh apa saja yang diinginkannya, akan tetapi dalam kenyataannya ia hanya diperbolehkan menginginkan apa yang dikehendaki oleh sistem supaya ia inginkan (melalui media iklan misalnya).
Dalam masyarakat industri yang sudah maju manusia seakan terjepit dalam sebuah lingkaran: disatu pihak produktivitas semakin besar untuk memungkinkan konsumsi semakin besar pula dan di lain pihak satu-satunya alasan bagi konsumsi ialah menjamin berlangsungnya produktivitas. Dengan menekankan kesempatan kerja, meningkatkan produktivitas, dan kemakmuran, maka sistem kemasyarakatan industrial memberikan kesan mau memajukan dan membebaskan manusia, tetapi pada kenyataannya ia hanya tertuju kepada perbudakan dan keterasingan. Manusia modern mengira bahwa ia bebas sama sekali dan bahwa ia hidup dalam dunia yang menyajikan kemungkinan-kemungkinan berlimpah-limpah untuk dipilih serta direalisasikannya, namun apa yang sebenarnya dikehendaki manusia tersebut sebenarnya didiktekan kepadanya. Pada kenyataannya ia dijuruskan saja oleh apa yang ditentukan aparat produksi dan konsumsi, media masa dan publikasi periklanan, kelompok militer industrial dan pengelolaan teknokratis. Manusia berpikir bahwa ia memiliki segala sesuatu yang dikehendakinya, tetapi pada kenyataannya ia tidak membuat lain daripada menginginkan apa yang dianggap perlu oleh sistem teknologis yang totaliter tersebut untuk mempertahankan dirinya.
Manusia modern selalu merasa bebas, karena ia dapat mengatakan dan menulis apa saja. Terdapat kebebasan pers, kebebasan berpendapat, dan kebebasan berkumpul hampir tanpa batas. Namun demikian, sebagian besar massa tidaklah bersikap kritis, sejauh teknologi memungkinkan kemajuan dibidang sosial-ekonomis, dengan mengisi perut, menggiurkan mata, meringankan dan mengurangi pekerjaan, sejauh itu pula sikap kritis manusia menciut. Kritik ditolerir dengan leluasa, tetapi dengan segera dilumpuhkan juga, karena dijadikan barang konsumsi yang menarik dalam bentuk hiburan kultural atau sensasi (mislanya ILC). Terdapat privacy (ruang pribadi) tetapi dengan serentak privacy tersebut ditiadakan dengan televisi dan majalah-majalah bergambar. Terdapat waktu luang yang cukup banyak, hari-hari libur bertambah banyak dan hari-hari kerja diperpendek, tetapi waktu terluang itu digunakan dan diberi tempat dalam proses konsumsi (biro-biro perjalanan, industri pariwisata, industri hobi). Setiap tahun makin banyak orang bertamasya keluar negeri, termasuk perjalanan keagamaan, tetapi disini berlaku pula bahwa mereka merasa bebas untuk memeilih tempat wisata dan hiburan kesayangan mereka, tetapi dalam kenyataannya mereka tidak berbuat lain daripada pergi ketempat mereka disuruh pergi oleh publisitas periklanan yang mengarahkan keinginan-keinginan dan kehendak-kehendak mereka. Disini temasuk pemaksaan hobi terhadap sepakbola (piala dunia), mereka dipaksa untuk menyukai, diarahkan dan dibentuk sama persis satu sama lain. Dalam karangan ini Marcuse menunjukan fenomena tersebut dengan istilah toleransi represif artinya suatu toleransi yang memberikan kesan seakan-akan menyajikan kebebasan seluas-luasnya, padahal maksudnya tidak lain daripada menindas saja.
Satu dimensi saja
Manusia modern adalah manusia berdimensi satu. Dan pemikiran yang dipraktekan dalam masyarakat tersebut adalah pemikiran berdimensi satu. Manusia modern hidup dalam masyarakat yang tidak mengenal oposisi ataupun alternatif. Cita-cita seperti kebebasan dan demokrasi telah kehilangan arti kritisnya. Karena pemikiran berdimensi satu secara sistematis disebarkan oleh para manajer politik dan para penguasa yang memonopoli media massa, manusia modern diindoktrinasi dengan selogan-selogan yang didiktekan begitu saja.
Pertentangan atau kontradiksi secara sistematis dikaburkan. Pemikiran negatif dilenyapkan. Menurut Marcuse, tendensi ini mempunyai sejarah yang panjang dan tidak baru dimulai zaman kita ini. Proses penyingkiran pemikiran negatif sudah dimulai dalam pemikiran filsafat Yunani. Pada Plato masih dapat ditemukan suatu logika protes. Pada Plato rasio tidak puas dengan dunia seperti tampak dalam pengalaman langsung, rasio menolak menerima dunia seperti adanya. Rasio harus menemukan realitas yang sebenarnya. Namun dengan timbulnya logika formal pada Aristoteles pemikiran yang merasa dirinya terlibat sudah tidak memainkan peranannya lagi. Putusan manusia adalah bebas yang merupakan imperatif pada Plato menjadi proposisi formal S = P pada Aristoteles. Dengan tanda penghubung itu maka lenyaplah setiap ketegangan antara fakta dan keharusan, antara kenyataan dan realitas yang sebenarnya.
Demikian, teman-teman selalu bilang bahwa pemikiran-pemikiran Marcuse dan terutama Mazhab Frankfurt bersifat muram dan melankolis terhadap kehidupan kecuali pada pemikiran Jurgen Habermas generasi akhir Mazhab Frankfurt yang Insya Allah akan kita bahas pada postingan berikutnya. Mudah-mudahan bermanfaat. Amin.
Ket. klik warna biru untuk link
Download di Sini
Baca Juga
1. Herbert Marcuse. Biografi dan Karya
2. Mazhab Frankfurt. Herbert Marcuse (1898-1979): Menafsirkan Freud
3. Mazhab Frankfurt. Herbert Marcuse (1898-1979): Menganalisis Masyarakat Industri Maju
4. Manusia Satu Dimensi (One Dimensional Man)
5. Mazhab Frankfurt
Post a Comment