William James. Kepercayaan Religius

Table of Contents
Kepercayaan Religius Menurut William James
William James
Menurut James dalam bermacam-macam pengalaman kehidupan, manusia mempunyai hubungan dengan sesuatu Zat yang lebih (a more). Manusia merasakan di sekitarnya ada sesuatu yang simpatik dan memberinya dukungan. Ia menunjukkan sikap bersandarnya kepada Zat tersebut dalam sembahyang dan doa. Rasa tentang adanya zat yang lebih (The More) membawa ke arah ketenangan, kebahagiaan, dan ketenteraman selain itu, hal ini merupakan pengalaman yang universal. Dalam arti keagamaan, Tuhan adalah kecondongan ideal atau pendukung yang murah hati dalam pengalaman manusia.

Dalam bukunya The Varietes of Religius Experience (Keanekaragaman Pengalaman Keagamaan), James mengemukakan bahwa gejala-gejala keagamaan itu berasal dari kebutuhan-kebutuhan perorangan yang tidak disadari, yang mengungkapkan diri di dalam kesadaran dengan cara yang berlain-lainan. Barangkali di dalam bawah sadar kita, kita menjumpai realitas kosmis yang lebih tinggi tetapi itu hanya suatu kemungkinan saja. Sebab, tiada sesuatu yang dapat meneguhkan hal itu secara mutlak. Bagi orang perorangan, kepercayaan kepada suatu realitas kosmis yang lebih tinggi merupakan nilai subjektif yang relatif sepanjang kepercayaan itu memberikan kepadanya penghiburan ruhani, penguatan keberanian hidup, perasaan damai keamanan dan kasih kepada sesama, dan lain-lain. Nilai agama memang tidak melebihi hal-hal subjektif. Oleh karena itu, segala macam pengalaman keagamaan mempunyai nilai yang sama jika akibatnya sama-sama memberi kepuasan kepada kebutuhan keagamaan.


Ket. klik warna biru untuk link

Download di Sini


Sumber.

Maksum, Ali. 2016. Pengantar Filsafat; dari Masa Klasik hingga Postmodern. Ar-Ruzz Media. Yogyakarta.

Baca Juga
1. William James. Biografi
2. William James. Pragmatisme dan Etika
3. William James. Perkembangan Pragmatisme
4. William James. Kebenaran Pragmatis
Aletheia Rabbani
Aletheia Rabbani “Barang siapa yang tidak mampu menahan lelahnya belajar, maka ia harus mampu menahan perihnya kebodohan” _ Imam As-Syafi’i

Post a Comment