Aliran Filsafat. Post-Strukturalisme
Table of Contents
Aliran Filsafat |
Jacques Lacan memunculkan konsep bahwa nirsadar adalah ranah yang terstruktur layaknya bahasa. Konsep ini berbeda dari Freud yang menganggap bahwa nirsadar berisi hal-hal yang negatif. Lacan bahkan melihat bahwa nirsadar hadir bersama dengan bahasa. Lacan melihat bahwa bahasa adalah suatu sistem pengungkapan yang tak pernah mampu secara utuh menggambarkan konsep yang diekspresikannya. Ada cermatan bahwa kenyataannya, sistem linguistik berada di luar manusia yang menjadi subjek. Pemakai bahasa terpisah secara radikal dari sistem tanda. Ada jarak lebar antara apa yang mereka rasakan dan bagaimana sebuah sistem kebahasaan memungkinkan seorang pemakai bahasa memanfaatkan untuk mengekspresikan perasaan tersebut.
Semisal, laki-laki yang ingin mengekspresikan kecantikan seorang gadis. Mungkin dia akan mengatakan Kau secantik bidadari. Namun, tetap saja ada hal yang tidak terekspresikan. Bidadari hanyalah tanda yang dianggap mewakili namun sebenarnya meredusir perasaan abstrak di laki-laki terhadap kecantikan si gadis. Bagi Lacan, hal itu merupakan faktor penting yang menunjukkan bahwa manusia sebagai subjek, pertama-tama terpisah dari peranti-peranti representasi, namun pada saat bersamaan, keberadaan dirinya sebagai subjek juga dibentuk oleh peranti-peranti tersebut.
Oleh Lacan, algoritma atau diagram Saussure tentang petanda/penanda digunakan untuk menunjukkan pengandaian-pengandaian yang dibuat kaum strukturalis mengenai hubungan manusia dengan tanda. Menurut Lacan, yang primer justru konsep (petanda) dan karena itu berada di atas diagram. Sementara entitas (penanda), yakni yang sekunder, berada di bagian dasar diagram. Sebuah ide dapat berdiri sendiri, lepas dari segala bentuk mediasi. Anak hanya dapat menangkap gagasan tentang anjing setelah orang tuanya (others) menjelaskan bahwa makhluk yang dia tanyakan itu bernama anjing. Anak dapat memahami konsep anjing karena anjing memang telah hadir sebelumnya sebagai elemen bangunan besar langue yang mendahului kelahiran bayi sebagai individu.
Jika ketaksadaran terstruktur layaknya bahasa maka menjadi masuk akal untuk mengklaim bahwa linguistik dan semiotik adalah hal penting yang dapat kita gunakan untuk memahami ketaksadaran. Lacan menempatkan isi ketaksadaran sebagai penanda (sigifiers); proses primer ketaksadaran diletakan pada ekspresi dan distorsi dirinya sendiri (dalam Freud: condensation dan displacement; sedangkan Lacan menggunakan istilah yang sama dengan Roman Jacobson: metaphor dan metonymy).
Verdichtung (condensation) adalah struktur superimposisi dari penanda yang menjadi karakteristik metafor. Verschiebung (displacement) menunjukkan signifikansi transfer dengan ungkapan berbau puitis, menimbulkan emosi. Metafor sendiri berarti menembus makna linguistik. Jacobson menjelaskan gejala pemaknaan ini sebagai hasil dari asosiasi pada tatanan paradigmatik.
Kalau metafor bekerja atas dasar hubungan paradigmatik, metonimi bekerja atas dasar hubungan sintagmatik. Kalau metafor banyak dijumpai dalam puisi, metonimi dalam prosa. Kalau metafor lahir dari kesadaran kita untuk menghubungkan (mengasosiasikan), maka metonimi berasal dari kesadaran untuk menggabungkan (mengombinasikan). Metonimi menghasilkan makna dari hasil hubungan logis, sementara metafor melalui kekuatan imajinasi.
Hubungan metaforik muncul karena dengan adanya kekuatan represi, suatu signifier diganti dengan signifier baru. Signifier yang pertama akan berubah menjadi signified sejauh signifier pengganti stands in place of the previous signifier and represents it. Hubungan metaforik ini (yang menghasilkan kesadaran, makna atau ide) menjadi begitu kuat ketika terkait dengan hubungan signifier atau meaning yang masih berada dalam status unconscious.
Roman Jacobson mendefinisikan pole of selection atau similaritas sebagai metaforik, dan pole of combination sebagai atau kontiguitas sebagai metonimik. Jacobson mengklaim keduanya adalah hal penting bagi pemaknaan bahasa. Metafor adalah alien bagi similarity disorder sedangkan metonimi bagi contiguiti disorder. Lacan menjelaskan bahwa bahasa tidak pernah mendapat tempat pada tataran real.
Tidak berhubungan atau represen dalam tataran real. Bahasa menandai bukan untuk mengekspresikan pemikiran atau menggambarkan realitas, tetapi lebih pada upaya mengonstitusi subjek sebagai suatu secara historis dan geografis, dan secara kultural mengarah pada spesifikasi proses menjadi. Bahasa memiliki kapabilitas untuk memosisikan subjek sebagai social beaing karena bahasa sendiri mengandung sistem yang mempredasi semua subjek dan harus diasumsikan oleh setiap subjek secara individual. Bahasa hanyalah sistem referensi yang merujuk pada kategori dan istilah yang dimiliki seseorang.
Agar dapat menentukan tempatnya di dunia, seorang anak harus terlebih dulu menetapkan posisi tertentu dalam bahasa. Agar dapat menjadi subjek dan dapat merujuk dirinya dalam dunia sosial, seseorang harus masuk wilayah peranti-peranti penandaan yang telah tersedia sejak dia belum lahir dan kemudian belajar menggunakannya. Di sini manusia terlibat dalam subjektivitas, ia terpintal dalam jaring-jaring penandaan. Tanda tidak dengan sendirinya menjadi lengkap saat petanda mulai membaur ke dalam penanda.
Sebaliknya, tanda tersusun atas dua wilayah yang berbeda dan tak pernah bertemu. Wilayah S besar adalah penanda dan tempat beroperasinya penandaan kebudayaan. Sedangkan wilayah s kecil adalah dunia-dalam (inner-world) yang tak terpahami dan tak dapat diekspresikan melalui penandaan. Sebuah garis yang tak bisa ditembus memisahkan keduanya. Tidak ada bauran secara vertikal antara petanda dan penanda. Bauran berlangsung secara horizontal, yakni penanda terus berpendar-pendar di bawah petanda yang terus berubah-ubah.
Ket. klik warna biru untuk link
Download
Sumber
Maksum, Ali. 2016. Pengantar Filsafat. Ar-Ruzz Media. Yogyakarta
Post a Comment