Mikel Dufrenne

Table of Contents
Biografi Mikel Dufrenne
Mikel Dufrenne
Mikel Dufrenne (1910-1995) filsuf antara lain di Paris-Nanterre yang sudah lama bersahabat dengan Paul Ricoeur ini menjadi tokoh penting di bidang fenomenologi dengan bukunya Phenomenologie de I’experience esthetique (1953; 2 jilid) (Fenomenologi tentang pengalaman estetis). Dalam buku ini ia menerapkan metode fenomenologis atas filsafat kesenian. Dalam bagian pertama bukunya ia membahas objek estetis dan dalam bagian kedua ia menyoroti pengalaman estetis. Pikiran pokok Dufrenne ialah adanya hubungan timbal-balik antara objek estetis dan pengalaman estetis.

Ia menekankan bahwa objek estetis tidak dapat dipisahkan dari pengalaman estetis dan sebaliknya pengalaman estetis tidak mempunyai arti terlepas dari objek estetis. Dengan demikian, ia menolak di satu pihak pandangan idealistis di bidang filsafat kesenian (seperti misalnya terdapat pada B. Croce) dan di lain pihak tendensi positivistis. Jadi, seperti halnya pada Merleau-Ponty, pada Dufrenne pun fenomenologi memungkinkan untuk mengatasi idealisme maupun positivisme.

Pada awal bukunya Dufrenne mengatakan bahwa ia tidak akan mengikuti Husserl secara harfiah. Dalam hal ini pun, ia sejalan dengan fenomenologi Prancis pada umumnya, yang tidak begitu menghiraukan aspek-aspek teknis dari metode fenomenologi Husserl. Juga fenomenologi Max Scheler digunakan Dufrenne sebagai salah satu sumber inspirasi dalam mengerjakan fenomenologi estetisnya; terutama pandangan Scheler tentang apriori non-formal (sekaligus kritik atas apriori formal dari Kant) dianggap sangat berguna. Beberapa tahun kemudian ia menulis buku mengenai tema apriori: La notion de I’apriori (1959) (Pengertian apriori). Sebuah buku lain lagi tentang filsafat kesenian berjudul Le poetique (1963) (Yang puitis).


Ket. klik warna biru untuk link


Sumber
Bertens. K. 2001. Filsafat Barat Kontemporer; Prancis. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta


Download
Aletheia Rabbani
Aletheia Rabbani “Barang siapa yang tidak mampu menahan lelahnya belajar, maka ia harus mampu menahan perihnya kebodohan” _ Imam As-Syafi’i

Post a Comment