Al-Kindi. Falsafat Jiwa
Table of Contents
Al-Kindi |
Dalam hal ini manusia dan binatang sama. Adapun pengetahuan akal merupakan hakikat dan hanya dapat diperoleh oleh manusia dengan syarat ia melepaskan dirinya dari sifat binatang yang ada dalam tubuhnya. Caranya adalah dengan meninggalkan dunia dan berpikir serta berkontemplasi tentang wujud. Dengan kata lain, seseorang harus bersifat zahid. Jika roh telah dapat meninggalkan keinginan badan, bersih dari segala roda kematerian, dan senantiasa berpikir tentang hakikat wujud, ia akan menjadi suci dan dapat menangkap gambaran segala hakikat, tidak ubahnya seperti cermin yang dapat menangkap gambaran dari benda-benda yang ada di depannya.
Pengetahuan dalam paham ini merupakan emanasi. Sebagai cahaya dari Tuhan, roh dapat menangkap ilmu-ilmu yang ada pada Tuhan. Jika ruh kotor, sebagaimana halnya dengan cermin yang kotor, roh tidak dapat menerima pengetahuan-pengetahuan yang dipancarkan oleh cahaya yang berasal dari Tuhan. Roh bersifat kekal dan tidak hancur dengan hancurnya badan. Ia tidak hancur karena substansinya berasal dari substansi Tuhan. Ia adalah cahaya yang dipancarkan Tuhan. Selama dalam badan, roh tidak memperoleh kesenangan yang sebenarnya dari pengetahuannya tidak sempurna. Hanya setelah bercerai (meninggalkan dunia) dengan badan, roh memperoleh kesenangan sebenarnya dalam bentuk pengetahuan yang sempurna. Setelah bercerai dengan badan, roh pergi ke alam kebenaran atau alam akal (Tuhan) di atas bintang-bintang, di dalam lingkungan cahaya Tuhan, dekat dengan Tuhan dan dapat melihat Tuhan. Di sinilah terletak kesenangan abadi dari roh.
Hanya roh yang suci di dunia ini yang dapat pergi ke alam kebenaran. Roh yang masih kotor dan belum bersih pergi dahulu ke bulan. Setelah berhasil membersihkan diri di sana, ia pindah ke Merkuri. Ia naik setingkat demi setingkat, hingga setelah benar-benar bersih, ia sampai ke alam akal, dalam lingkungan cahaya Tuhan dan melihat Tuhan. Jiwa memiliki tiga daya: daya bernafsu, daya pemarah, dan daya berpikir. Daya berpikir itu disebut akal.
Menurut Al-Kindi ada tiga macam akal, yaitu akal yang bersifat potensial, akal yang telah keluar dari sifat potensial menjadi aktual, dan akal yang telah mencapai tingkat kedua dari aktualitas yang disebut akal yang kedua.
Akal yang bersifat potensial tidak dapat memiliki sifat aktual jika tidak ada kekuatan yang menggerakkannya dari luar. Oleh karena itu, bagi Al-Kindi ada lagi satu macam akal yang memiliki wujud di luar roh manusia, dan bernama: akal yang selamanya dalam aktualitas. Akal ini, karena selamanya dalam aktualitas, ialah membuat akal yang bersifat potensial dalam roh manusia menjadi aktual.
Sifat-sifat akal ini adalah: (1) merupakan Akal Pertama; (2) selamanya dalam aktualitas; (3) spesies dan genus; (4) membuat akal potensial menjadi aktual berpikir; (5) tidak sama dengan akal potensial.
Bagi Al-Kindi, manusia disebut akil jika telah mengetahui universal, yaitu memperoleh akal di luar itu. Akal Pertama bagi Al-Kindi mengandung arti banyak, karena ia adalah universal. Sebagai limpahan dari Yang Mahasatu, akal inilah yang pertama-tama merupakan yang banyak.
Ket. klik warna biru untuk link
Sumber
Hasan, Mustofa. 2015. Sejarah Filsafat Islam; Genealogi dan Transmisi Filsafat Timur ke Barat. Pustaka Setia. Bandung
Download
Baca Juga
1. Al-Kindi. Riwayat Hidup
2. Al-Kindi. Karya Filsafat
3. Al-Kindi. Pemikiran Filsafat
3. Al-Kindi. Filsafat Ketuhanan
5. Arah dan Pembagian Filsafat Al-Kindi
6. Al-Kindi. Tentang Alam
7. Al-Kindi. Tentang Roh dan Akal
8. Al-Kindi. Tuhan Yang Maha Esa Menjadi Topik Utama
Post a Comment