Ibnu Miskawaih. Teori Evolusi dan Keabadian Roh
Table of Contents
Ibnu Miskawaih |
Secara terperinci, prinsip evolusi berlangsung dari alam mineral ke alam tumbuh-tumbuhan, alam binatang, dan alam manusia. Transisi dari alam mineral ke alam tumbuhan terjadi melalui karang; dari alam tumbuhan ke alam binatang melalui pohon kurma; dari alam binatang ke alam manusia melalui kera. Terhadap kaum materialis Miskawaih membuktikan adanya roh dengan dasar bahwa pada diri manusia terdapat sesuatu yang memberikan tempat bagi perbedaan, bahkan pertentangan bentuk dalam waktu yang bersamaan. Akan tetapi, sesuatu itu tidak dapat berupa materi karena materi hanya menerima satu bentuk dalam waktu tertentu.
Roh mencerap hal-hal sederhana dan kompleks, yang ada dan yang tidak ada, yang terasakan dan yang terpikirkan. Akan tetapi, apakah roh mencerap semua itu melalui satu atau banyak unsur (faculty)? Roh tidak memiliki unsur sebab unsur-unsur hanya terdapat pada materi. Apakah roh, meskipun hanya satu dan tidak dapat dibagi-bagi, mencerap sesuatu yang berbeda dengan sikap yang berbeda dan cara yang berbeda pula? Miskawaih memberikan dua jawaban berbeda. Pertama, dari Plato, yang mengatakan bahwa yang serupa mencerap yang serupa. Kedua, dari Aristoteles yang mengatakan bahwa roh memiliki satu unsur yang mencerap materi yang kompleks dan nonmateri yang sederhana, tetapi dengan cara berbeda.
Tentang keabadian roh, Miskawaih memberikan jawaban dengan doktrin Aristoteles. Ia memberikan tiga alasan dari Plato. Pertama, ia mengutip Plato, kedua, komentar Proclus terhadap doktrin Plato tentang Keabadian Roh. Ketiga, sesuatu yang telah dikatakan oleh Galen tentang hal ini. Miskawaih mengatakan bahwa doktrin Plato sangat panjang dan memerlukan komentar. Oleh karena itu, ia meringkasnya sejelas mungkin dengan bantuan komentar Proclus. Di sini dan pada bab-bab berikutnya (VII, VIII) Miskawaih sepenuhnya Platonis dan menyebutkan secara khusus Hukum dan Timaeus Plato. Plato mengatakan bahwa esensi roh adalah gerak, sedangkan gerak adalah kehidupan roh. Miskawaih menerangkan, gerak terdiri atas dua macam, yaitu gerak ke arah intelegensi dan gerak ke arah materi. Gerak yang pertama diterangi, sedangkan gerak yang kedua menerangi. Akan tetapi, gerak ini kekal dan tidak di dalam ruang sehingga tidak berubah. Melalui gerak pertama, roh mendekati intelegensi, yang merupakan ciptaan pertama. Melalui gerak kedua, roh keluar dari dirinya. Karena itu, roh mendekati Tuhan melalui gerak pertama dan menjauh melalui gerak kedua. Gerak pertama membawa keselamatan dirinya, sedangkan gerak kedua membawa kebinasaan. Dengan mengutip Plato, ia mengatakan bahwa filsafat merupakan penerapan mati berdasarkan kemauan. Ada dua macam kehidupan. Pertama, kehidupan yang sesuai dengan inteligensi, yaitu kehidupan alamiah. Kedua, kehidupan menurut materi, yaitu kehidupan berdasarkan kemauan. Demikian pula, dengan kematian. Plato mengatakan, Jika mati berdasarkan kemauan, Anda hidup secara alamiah. Di sini kemauan diartikan sebagai hasrat.
Akan tetapi, Miskawaih mengoreksi dengan mengatakan bahwa mati berdasarkan kemauan ini bukan berarti penolakan terhadap dunia. Hal itu merupakan sikap mereka yang tidak tahu apa-apa tentang dunia dan mengabaikan kenyataan bahwa manusia secara fitrah beradab dan tidak dapat hidup tanpa yang lain. Mereka yang mengabaikan masalah dunia sangat tidak adil karena menginginkan layanan tanpa bersedia melayani orang lain. Inilah ketidakadilan sejati. Oleh karena itu, wajib bagi setiap manusia melayani yang lain. Apabila banyak melayani, ia dapat menuntut banyak, tetapi apabila hanya melayani sedikit, ia hanya dapat meminta sedikit. Inilah satu segi penting dari pemahaman filosofis Miskawaih dan hal ini menunjukkan perhatiannya yang besar di bidang etika.
Orisinalitas pemikiran Miskawaih sangat berpengaruh selama masa hidupnya dan setelah kematiannya pada 421 H/1030 M. Pemikirannya banyak dikutip dan disalin. Gaya sebagian karyanya yang menggabungkan pemikiran abstrak dengan saran-saran praktis, adalah gaya yang merangsang, memikat seluruh rentang pendengar yang berbeda dan sangat populer lama setelah ia meninggal. Sekalipun demikian, Miskawaih menyajikan campuran gagasan dan teori yang tidak dipadukan dengan tepat dan lebih melukiskan tambal sulam daripada sintesis. Para komentator sering mengomentari sumber-sumbernya, yang sebagian di antaranya hanya dapat direka-reka, seakan-akan sumbangan utamanya hanyalah upaya merakit seluruh pengarang yang berbeda ini dalam suatu teks tertentu. Memang benar bahwa sebagian karyanya hanya sebuah daftar kebijaksanaan dari rentang kebudayaan dan agama. Sebagian komentar praktisnya atas masalah moral tampak lebih mirip dengan Reader’s Digest daripada filsafat analitis. Akan tetapi, pantas diakui bahwa pada tingkat terbaiknya, filsafat Miskawaih sangat analitis dan memenuhi standar konsistensi dan koherensi yang sangat tinggi. Kenyataan bahwa ia memadukan Plato, Aristoteles, Neoplatonisme, Pythagoras, dan sebagainya tidak hanya menunjukkan kebiasaannya mengumpulkan berbagai teori, tetapi juga lebih sebagai usaha kreatif dalam menggunakan pendekatan berbeda menyoroti isu-isu penting. Pada dasarnya tidak ada salahnya menjadi Aristotelian, tetapi beralih haluan pada kecenderungan Platonik atau Pythagorean. Miskawaih memperlihatkan kemungkinan menggabungkan konsepsi Platonik tentang jiwa dengan penjelasan Aristotelian tentang perkembangan moral. Gagasan tentang alam wujud yang lebih tinggi yang dengannya jiwa dapat menjalin kontak dengan realitas Ilahi adalah tambahan yang sangat sesuai dengan uraian tentang kehidupan sosial dan intelektual yang diberikannya. Argumen-argumennya mengandung banyak masalah, tetapi tetap bernilai sebagai argumen, dan tidak ada usaha menomorsatukan wahyu untuk memecahkan kesulitan teoretis. Hal ini merupakan kombinasi keanggunan gaya, relevansi praktis, dan ketegaran filosofis dari Miskawaih yang melanggengkan pengaruhnya di dunia Islam.
Ket. klik warna biru untuk link
Sumber
Hasan, Mustofa. 2015. Sejarah Filsafat Islam; Genealogi dan Transmisi Filsafat Timur ke Barat. Pustaka Setia. Bandung
Download
Baca Juga
1. Ibnu Miskawaih. Riwayat Hidup
2. Ibnu Miskawaih. Karya Filsafat
3. Ibnu Miskawaih. Pemikiran Filsafat
4. Ibnu Miskawaih. Filsafat Etika
5. Ibnu Miskawaih. Filsafat Ketuhanan
Post a Comment