Ar-Razi. Filsafat Moral

Table of Contents
Filsafat Moral Ar-Razi
Ar-Razi
Filsafat ini dapat digali dari karyanya: At-Tibb Ar-Ruhani dan As-Shirat Al-Falsafiyyah. Ia menjelaskan teorinya tentang kesenangan, teori yang ia bahas lagi dalam surat khusus. Baginya, kebahagiaan adalah kembalinya apa yang telah tersingkir oleh kemudharatan, misalnya orang yang meninggalkan tempat yang teduh menuju tempat yang penuh sinar matahari dan panas akan senang ketika kembali ke tempat yang teduh tadi. Dengan alasan ini, para filsuf alami mendefinisikan kebahagiaan sebagai kembali pada alam. Ar-Razi mengutuk cinta sebagai keberlebihan dan ketundukan pada hawa nafsu. Ia juga mengutuk kepongahan dan kelengahan karena hal itu menghalangi orang dari belajar lebih banyak dan bekerja lebih baik. Keirihatian merupakan perpaduan kekikiran dan ketamakan. Orang yang iri hati adalah orang yang merasa sedih apabila orang lain memperoleh kebaikan, meskipun keburukan tidak menimpa dirinya. Apabila keburukan menimpa dirinya, yang muncul tidak hanya keirihatian, tetapi juga permusuhan. Apabila orang menyenangkan dirinya dengan yang dibutuhkannya, dalam jiwanya tiada tempat bagi keirihatian. Kemarahan muncul dalam diri binatang agar mereka dapat melakukan pembelaan terhadap bahaya yang mengancam. Apabila berlebihan, hal itu berbahaya sekali bagi mereka.

Dusta adalah kebiasaan buruk. Dusta dibagi menjadi dua, dusta untuk kebaikan dan untuk kejahatan. Apabila dusta dilakukan untuk kebaikan, hal itu terpuji; tetapi sebaliknya, apabila untuk kejahatan, hal itu tercela. Oleh karena itu, nilai dusta terletak pada niat. Sifat kikir tidak dapat ditolak sepenuhnya. Nilainya terletak pada alasan melakukannya. Apabila kekikiran tersebut disebabkan oleh rasa takut menjadi miskin dan rasa takut akan masa depan, ini tidaklah buruk. Akan tetapi, apabila hal ini dilakukan sekadar ingin memperoleh kesenangan, hal ini adalah buruk. Oleh karena itu, harus ada pembenaran terhadap kekikiran seseorang. Apabila hal itu mempunyai alasan yang dapat diterima, ini bukanlah kejahatan, tetapi jika sebaliknya, ini harus diperangi. Kekhawatiran, apabila berlebihan, tidak baik sebab keberlebihannya, tanpa alasan yang baik, dapat menyebabkan terjadinya halusinasi, melankolik, dan kelayuan dini.

Tamak adalah keadaan sangat buruk yang dapat menimbulkan rasa sakit dan bencana. Mabuk menyebabkan malapetaka dan sakitnya jiwa dan raga. Persetubuhan, apabila berlebihan, tidak baik bagi tubuh; ia mempercepat proses ketuaan, menjadikan lemah, dan menimbulkan berbagai penyakit lainnya. Sebaiknya hal itu dilakukan sesedikit mungkin. Sifat sembrono, dalam banyak hal juga mencelakakan. Mencari harta benda adalah baik bagi kehidupan hanya jika secukupnya. Tidak perlu memburu-buru kekayaan yang melebihi kebutuhan, kecuali sedikit simpanan untuk keperluan mendadak dan untuk keadaan buruk pada masa mendatang. Ambisi bisa menyebabkan berbagai keanehan dan bencana. Sangat baik apabila kita dapat memperoleh kedudukan lebih tinggi tanpa melalui berbagai keanehan dan hal-hal yang membahayakan; lebih baik meninggalkan atau menghindarinya.

Pada bab terakhir ia menulis tema yang paling sesuai dalam pemikiran Helenistis dan abad pertengahan awal, yaitu tentang takut mati. Di sini Ar-Razi mencukupkan dirinya dengan pendapat orang-orang yang berpendirian bahwa apabila tubuh hancur, roh juga hancur. Setelah mati, tidak sesuatu pun terjadi pada roh karena ia tidak merasakan apa-apa lagi. Selama hidupnya, manusia selalu merasa sakit, tetapi setelah mati, ia tidak akan merasa sakit selamanya. Sebaiknya orang yang menggunakan nalar menghindari rasa takut mati, apabila ia memercayai kehidupan lain, ia tentu gembira. Hal ini disebabkan melalui mati ia pergi ke dunia lain yang lebih baik. Apabila ia percaya bahwa tiada sesuatu pun setelah mati, ia tidak perlu cemas. Tidak perlu merasa cemas terhadap kematian karena tidak ada alasan untuk merasa cemas. Ar-Razi menegaskan bahwa jika mati bersamaan dengan badan, dengan menunjukkan bahwa tanpa keabadian pun, kematian lebih bermanfaat bagi manusia daripada kehidupan. Hal ini dikarenakan dalam kematian tidak ada penderitaan, sementara dalam kehidupan, penderitaan bergandeng dengan kesenangan.

Filsafat moral atau etika Ar-Razi sangat bijak. Bahkan, intelektualisme eksesif yang ia diagnosis ada dalam dirinya sendiri mengikuti saran Galen bahwa kita dapat menemukan keburukan diri kita dengan memerhatikan kritik-kritik dari musuh kita. Keburukan karena daya rusaknya terhadap kesehatan dan ketenangan pikiran kita, dan karena rasa frustrasi yang tidak terelakkan disebabkan tidak terpenuhinya ambisi intelektual. Oleh karena itu, kesenangan menurut Ar-Razi menjadi hakimnya akal dan bukan alasan untuk bersenang-senang.

Dalam tulisan Lenn E. Goodman yang mempersamakan filsafat moral Ar-Razi dengan Epicurus, Ar-Razi menganggap sebagai kesalahan moral mendasarkan penilaian etis pada pertimbangan di luar kesenangan pribadi manusia dalam pengertian ketenangan jiwa dan emosi (ataraxia). Keseluruhan etikanya difokuskan pada imbauan pada akal untuk mengontrol hawa nafsu (al-hawa). Seperti ditegaskan Mohagheg, Razi lebih banyak menggunakan kata hawa daripada para filsuf moral Islam lainnya dalam membicarakan pentingnya memerangi, menekan, menahan, dan mengendalikan hawa nafsu. 


Ket. klik warna biru untuk link


Sumber
Hasan, Mustofa. 2015. Sejarah Filsafat Islam; Genealogi dan Transmisi Filsafat Timur ke Barat. Pustaka Setia. Bandung
 

Download

Baca Juga
1. Ar-Razi. Riwayat Hidup
2. Ar-Razi. Karya Filsafat
3. Ar-Razi. Filsafat Lima Kekal
4. Ar-Razi. Filsafat Rasionalis
Aletheia Rabbani
Aletheia Rabbani “Barang siapa yang tidak mampu menahan lelahnya belajar, maka ia harus mampu menahan perihnya kebodohan” _ Imam As-Syafi’i

Post a Comment