Hasan Hanafi. Islam sebagai Sebuah Prinsip Universal: Transendensi
Table of Contents
Islam Sebuah Prinsip Universal |
Oleh karena itu, Solidaritas Kemanusiaan secara epistemologis mungkin terjadi, selalu ada kemungkinan untuk pergi melampaui perbedaan kebiasaan, kepentingan dari masyarakat yang berbeda, menuju satu Prinsip Kognitif. Fondasi bagi Etika Universal benar-benar sangat mungkin terjadi karena akal manusia mungkin mampu mendalilkan sebuah prinsip universal. Vanculum Sustyantiale dari Leibniz, yang merupakan titik persinggungan dalam ilmu pengetahuan manusia juga merupakan Sumum Bonum dari Aristoteles. Dalam praktiknya tidak ada satu persinggungan menuju tujuan yang umum tanpa didasari oleh persinggungan sebelumnya dalam teori untuk menuju pada Prinsip Universal. Dengan menggunakan terminologi Kant yang populer, tidak ada akal praktis tanpa terlebih dahulu didirikan di atas akal. Keinginan yang harus dilakukan, bagaimanapun juga adalah dictum of reason.
Transendensi juga merupakan Prinsip Ontologis karena menggunakan epistemologi saja tanpa disertasi dengan ontologi maka kita akan jatuh pada formalisme dan abstraksi. Tuhan merupakan Prinsip Universal dan juga Dzat Universal (Universal Being). Akal dan eksistensi adalah identik. Transendensi sebagai ontologi lebih daripada sekedar subjektivisme. Subjek adalah satu dan pada saat yang sama merupakan subjek yang dikenali (knowing subject) dan sebuah kenyataan yang dapat diketahui (knowable reality). Dalam terminologi klasik, esensi dan eksistensi merupakan dua hal yang sama. Esensi Tuhan sama dan identik dengan eksistensi-Nya, melahirkan identitas komplit antara Epistemologi dan Ontologi, antara pengetahuan dan kenyataan. Oleh karena itu, etika global sebagai keputusan akal (dictum of reason) bukan merupaka visi khayalan yang mengungkapkan pemikiran yang penuh harapan, juga bukan hanya impian-impian kosong para penghayal tapi dilabuhkan dalam solidaritas kemanusiaan. Epistemologi dan ontologi satu sama lain tidak dapat dilarutkan, seperti bentuk dan benda. Etika global dan solidaritas kemanusiaan keduanya mungkin terwujud, tidak hanya dalam teori tapi juga dalam praktik sebagai sebuah Kitab Undang-Undang Universal tentang Etika (Universal Codes of Ethics).
Transendensi juga merupakan sebuah norma aksiologis, suatu standar perilaku dan Universal Codes of Ethics. Transendensi merupakan satu nilai dari beberapa nilai dan fondasi bagi kehidupan moral. Segera setelah epistemologi dan ontologis disatukan, transendensi menjadi motivasi bagi aksi manusia dan orientasi menuju tujuan umum. Argumen ontologis yang menarik kesimpulan eksistensi dari esensi, dan argumen kosmofisikal yang menyebabkan prinsip universal (universal principle) sebagai Penyebab Primer (Primary Cause), semuanya bersama-sama menjadi argumen teleologis di mana transendensi tampak seperti Sumum Bonum, Tujuan Puncak, bagi manusia. Transendensi kemudian muncul sebagai wilayah garapan manusia, sebuah komitmen heroik untuk mewujudkan Prinsip Universal sebagai norma bagi perilaku manusia dan sebagai petunjuk bagi kemanusiaan secara menyeluruh.
Oleh karena itu, Transendensi sebagai prinsip epistemologis, ontologis, dan aksiologis dapat dimiliki oleh semua manusia. Ia merupakan warisan umat manusia yang bersifat umum. Transendensi tidak hanya dimunculkan tapi juga ditemukan melalui pengalaman manusia. Pengalaman individu dan kolektif, yang diakumulasikan sepanjang sejarah, melahirkan perjuangan kemanusiaan bagi kebebasan, keadilan dan persamaan. Tanpa memandang rumusan keyakinan dan kelompok keagamaan, semua manusia akan sepakat pada kesatuan prinsip epistemologi, ontologis, dan aksiologis. Tantangannya kemudian menjadi sejauh mana manusia mampu menggabungkan diri mereka ke dalam aksiom, onto dan norm yang universal ini, dan melampaui batasan-batasan ruang dan waktu. Bagaimana jarak antara idealitas dan realitas bisa dijembatani melalui aksi manusia baik individu maupun kolektif? Bagaimana mungkin ini bisa menjadi kenyataan? Bagaimana potensi bisa menjadi aktual? Bagaimana transendensi bisa tampak dalam proses perwujudan kesatuan universal ini, antara epistemologi, ontologi dan aksiologi dalam situasi yang terjadi dan dalam contoh yang konkret?
Etika global dan solidaritas kemanusiaan sebagai petunjuk bagi aksi manusia dalam kenyataannya merupakan sebuah manifestasi dari problem metafisika dari kesatuan dan kebhinekaan. Transendensi sebagai prinsip universal mengindikasikan kehadiran kesatuan dalam kehidupan manusia. Karena manusia hidup dalam waktu dan tempat yang berbeda—dengan perbedaan kebiasaan dan adat istiadat, bahasa dan persepsi—kebhinekaan masyarakat manusia juga ditegaskan sebagai sebuah kecenderungan yang nyata. Hubungan antara kesatuan dan kebhinekaan merupakan hubungan antara idealitas dan realitas, antara jiwa dan badan, antara Tuhan dan dunia. Kesatuan tanpa kebhinekaan benar-benar khayalan, retoris, dan kadang-kadang hipokrit (munafik)—untuk menghilangkan kebhinekaan. Kebhinekaan tanpa kesatuan mengakibatkan kita jatuh ke dalam partikularisme yang akut, relativisme yang kejam dan pluralisme yang merusak dan eksklusif.
Ket. klik warna biru untuk link
Sumber
Hasan Hanafi. 2007. Islam dan Humanisme; Aktualisasi Humanisme Islam di Tengah Krisis Humanisme Universal. Pustaka Pelajar. Yogyakarta
Download
Baca Juga
1. Hasan Hanafi. Sekilas Biografi dan Karya
2. Hasan Hanafi. Pemikiran dan Karya
3. Hasan Hanafi. Esensi Islam
4. Hasan Hanafi. Islam sebagai Sebuah Kode Etik Universal: Perilaku yang Baik
5. Hasan Hanafi. Islam sebagai Sebuah Aksi yang Menyatu bagi Kelangsungan Hidup Manusia
Post a Comment