Takdir Manusia dalam Islam
Table of Contents
Takdir Manusia |
Menurut Fazlur Rahman, kehidupan manusia adalah suatu perjuangan moral yang tiada henti. Jika dia mengabaikan perjuangan ini sesaat saja, dia dapat dengan mudah terperangkap oleh setan. Hak istimewa yang berupa kebebasan memilih dan berkehendak yang diberikan Tuhan kepadanya menempatkannya ke dalam bahaya atas kesalahan dalam memilih karena godaan untuk memilih pilihan yang salah ada di mana-mana. Hal ini dikarenakan manusia terbuat dari tanah dan oleh karenanya dia cenderung terbujuk oleh godaan kehidupan keduniaan dan mengikutinya. Kehidupan spiritual adalah sesuatu yang sulit baginya, dan dia harus mengatasi daya tarik nafsu dan godaan-godaan duniawi yang lain.
Menurut pendapat seorang ahli filsafat, Al-Razi, pada awalnya jiwa merasa bahagia dengan bentuknya sendiri, tapi kemudian dia menolak. Kemudian Tuhan menciptakan tubuh manusia, sehingga jiwa dapat mewujudkan keinginannya. Tetapi, tinggal di dalam tubuh membuat jiwa melupakan tempatnya yang sebenarnya seperti dunia immaterial. Kemudian Tuhan mengirimkan orang pintar untuk mengingatkan jiwa tentang tempatnya sesungguhnya berada. Menerima cerita ini sebagai mitos, dapat dipahami bahwa para ahli filsafat mengartikan keberadaan manusia sebagai perjuangan untuk melepaskan jiwa dari belitan nafsu yang bersifat materi.
Menurut para ahli hukum dan ahli agama, hal ini dapat diartikan sebagai taklif, sebagai kewajiban keagamaan yang mengagumkan. Dengan kewajiban ini manusia dibimbing ke jalan yang benar: menginginkan hal yang bersifat ketuhanan dan mengesampingkan godaan nafsu.
Dengan godaan yang demikian besar, Tuhan, yang menginginkan khalifah-Nya untuk melaksanakan tugasnya dengan baik, tidak membiarkan manusia sendirian mengatasi permasalahannya. Disebutkan di satu ayat bahwa Tuhan memberikan petunjuk kepada manusia pertama, meskipun dia telah melakukan kesalahan, karena Dia telah memilihnya. Kemudian Tuhan memilihnya (Adam) untuk tidak mengabaikannya dan membimbingnya (QS. Thaha: 122). Oleh karena itu, Tuhan telah dan akan selalu memberikan pertolongan dan kasih-Nya, asalkan manusia menunjukkan usaha untuk melakukan hal yang benar.
Konsep kaum Mu’tazillah tentang lutf (kasih sayang Tuhan) adalah serupa dengan yang telah didefinisikan oleh ‘Adl al-Jabbar sebagai sesuatu yang ada kepada siapa manusia bertanggungjawab atas kewajiban keagamaannya, yang memilih untuk memenuhi kewajibannya tanpa ada keinginan untuk mengabaikan mereka (maa ‘indahuu yakhtaar al-mukkallaf maa kallafahuu, wa lawlaah yukhill bih), yang diberikan kepada seorang hamba ketika dia telah melakukan kebaikan. Menurut Clukh Bouamrana La rasion d’etre de l’assisstance est de faciliter a l’homme vertueux le choix de l’acte bon; elle l’aide a se deteumer de l’acte mouvais. Dengan kata lain, ketika seorang individu berusaha melakukan kebaikan, Tuhan memberinya kekuatan lebih untuk mengatasi segala kesulitan.
Orang Indonesia mempunyai kebiasaan memberi arti spiritual terhadap sesuatu yang bersifat material, atau cenderung mengambil istilah tertentu yang ditemukan untuk suatu tujuan untuk sesuatu yang lain yang mengubah satu atau dua aspek dari makna aslinya. Hal ini secara jelas menerangkan bahwa dalam situasi normal komunikasi secara langsung lebih baik daripada komunikasi secara tak langsung, seorang Kyai yang secara lancar membaca Alfiyya dari Ibn Malik dengan sungguh-sungguh mengutip, wa fi khtiyarin la yaji’ al munfasil idha ta’atta an yaji’ al-muttasil. Ayat ini berarti bahwa dalam bahasa Arab, Anda tidak bisa menggunakan kata ganti tidak langsung bila Anda bisa menggunakan yang langsung, tetapi Kyai tersebut tidak ragu-ragu menggunakannya di luar pelajaran tata bahasa.
Dalam hal mengartikan kehidupan manusia, salah seorang Indonesia mengutip kategori yang sah dalam perbuatan: diharuskan (wajib), dianjurkan (mandub), diperbolehkan (mubah), tidak disukai (makruh), dan dilarang (haram). Baginya manusia dapat pula dikelompokkan berdasarkan sistem pengelompokan ini. Ada orang yang keberadaannya penting karena tanpa mereka, tidak akan ada kebaikan di kehidupan dunia ini. Ada orang yang melakukan kebaikan di kehidupan dunia, tapi jika dia tidak melakukannya tak seorang pun yang merasa dirugikan. Ada pula orang yang hidup tanpa berarti apa pun bagi orang lain. Ada lagi yang oleh masyarakat dianggap hanya menyebabkan kesulitan dan akan lebih baik jika mereka tidak ada. Ada juga orang yang selalu membuat kekacauan dan kerusakan.
Demikianlah makna takdir manusia: dia harus memberi arti bagi hidup dan keberadaannya.
Ket. klik warna biru untuk link
Sumber
Machasin. 2007. Islam dan Humanisme; Aktualisasi Humanisme Islam di Tengah Krisis Humanisme Universal. Pustaka Pelajar. Yogyakarta
Download
Post a Comment