Carl Rogers. Teori

Table of Contents
Teori Carl Rogers
Carl Rogers

a. Real self dan ideal self

Secara teoretis, Rogers mengatakan bahwa setiap individu memiliki dua diri (self). Pertama, diri yang nyata (real self). Kedua, diri yang ideal (ideal self). Real self adalah diri yang dialami, dirasakan, dan dipersepsikan. Adapun ideal self adalah diri yang diidealkan (dicita-citakan). Biasanya, real self selalu tidak sejalan atau maksimal hanya mendekati ideal self. Akibatnya, hal ini kerap membuat seseorang merasa terpecah. Akan tetapi, ideal self sangat penting keberadaannya untuk menjaga real self tetap berada di jalur yang benar. Rogers menyatakan bahwa individu yang sehat ditandai dengan potensi-potensinya yang berfungsi penuh, yaitu telah mencapai keselarasan antara diri real self dan ideal self. Jika seseorang dapat menggabungkan keduanya maka ia akan mampu menerima keadaan dan hidup sebagai diri sendiri tanpa konflik.

b. Conditional positive regard dan unconditional positive regard

Setelah melakukan penelitian tentang dua model diri, Rogers mendapatkan hasil bahwa manusia adalah korban dari conditional positive regard (cinta, persetujuan, persahabatan, dan dukungan) yang diberikan oleh orang lain. Seseorang tidak akan mendapatkan conditional positive regard kecuali bila ia mematuhi norma sosial dan aturan orang lain bagi dirinya. Seseorang dituntut melakukan dan memikirkan sesuatu yang dianggap sebagai norma oleh orang lain. Jika tidak maka ia akan ditolak atau bahkan dihukum jika enggan melaksanakan norma orang lain tersebut. Hanya saja, jika terlalu tenggelam ke dalam norma sosial, seseorang akan kehilangan subjektivitas dirinya sendiri.

Selanjutnya, Rogers mengatakan bahwa jika seseorang memiliki citra diri atau perilaku buruk, ia memerlukan unconditional positive regard dari orang lain. Unconditional positive regard (memberi dukungan dan apresiasi terhadap individu tanpa menghiraukan perilakunya yang tak pantas secara sosial) dibutuhkan seseorang bukan karena ia pantas mendapatkannya, tetapi lebih karena kedudukannya sebagai manusia yang berharga dan mulia. Melalui hal itu, setiap orang menemukan harga diri dan kemampuan mencapai ideal self masing-masing. Tanpa unconditional positive regard, seseorang tidak akan mampu mengatasi kekurangannya ataupun menjadi manusia yang berfungsi sepenuhnya.

Rogers mendasarkan teori psikologi humanistik pada prinsip bahwa jika seseorang diberi kebebasan dan dukungan emosional untuk tumbuh, ia akan berkembang menjadi manusia yang potensi-potensi dirinya berfungsi secara penuh. Artinya, ketika kondisi terpecah dialami seseorang akibat real self dan ideal self tidak selaras, ia membutuhkan unconditional positif regard agar dapat berkembang secara penuh. Jadi, individu memerlukan dorongan, baik dari dalam dirinya sendiri maupun orang lain.

c. Aktualisasi diri

Menurut Rogers, dorongan adalah suatu kebutuhan fundamental manusia. Rogers menempatkan dorongan dalam sistem kepribadian, terutama aktualisasi diri. Bagi Rogers, pertumbuhan dan perkembangan manusia tidak dapat dilepaskan dari kecenderungan aktualisasi diri yang bertugas memudahkan dan meningkatkan pematangan (pertumbuhan) kepribadian. Misalnya, jika seorang anak menjadi remaja atau remaja menjadi dewasa, organ-organ tubuh dan kepribadiannya semakin terdiferensiasi. Sebab, organ fisik dan psikisnya mulai berfungsi dalam banyak hal kompleks.

Sebagai tenaga pendorong, aktualisasi diri mendorong individu untuk jauh lebih kuat daripada penyakit yang  mendorong agar ia tidak berkembang. Aktualisasi diri adalah kecenderungan dari semua makhluk hidup, baik pohon, binatang, dan terlebih manusia. Perkembangan manusia—entah disadari atau tidak—didorong oleh hasrat aktualisasi diri tersebut.

Rogers mengilustrasikan perkembangan diri manusia seperti berikut. ketika seseorang masih berusia kanak-kanak, ia mulai bisa membedakan pengalaman satu dengan yang lain. Anak itu kemudian mengembangkan kemampuannya untuk membedakan sesuatu yang menjadi miliknya dengan milik orang lain atau bagiannya dengan bagian orang lain. Ia juga membedakan semua benda yang dilihat, didengar, dan diraba olehnya. Dengan kata lain, anak itu mengembangkan suatu konsep diri (self concept). Sebagai bagian dari self concept, anak itu kelak akan berkembang sehingga mampu memilih akan menjadi seperti siapa atau ingin menjadi apa.

Tentang ke arah manakah anak itu akan berkembang—positif atau justru negatif—Rogers menyatakan hal itu bergantung pada cinta dan kasih sayang yang diterima si anak di masa kecil, baik dari ibu, ayah, atau orang-orang di sekitarnya. Tiap-tiap anak membutuhkan dan belajar menumbuhkan cinta serta kasih sayang. Rogers menyebut kebutuhan ini sebagai penghargaan positif (positive regard). Dalam hal ini, positive regard merupakan suatu kebutuhan yang bisa memaksa dan dimiliki oleh semua individu. Dalam perkembangannya, anak itu terdorong untuk mencari penghargaan positif.

Konsep aktualisasi diri oleh Rogers dibagi menjadi tiga bagian. Pertama, aktualisasi diri berlangsung secara kontinu. Kepribadian bersifat dinamis, dalam arti bukan merupakan suatu yang final, melainkan suatu proses untuk menjadi sesuatu. Kepribadian adalah suatu arah dan bukan tujuan. Oleh karena itu, aktualisasi diri berlangsung terus-menerus tanpa pernah selesai. Tujuan dari dinamika aktualisasi diri adalah mengorientasikan individu ke masa depan serta mengembangkan diri dari satu tingkatan menuju kedudukan selanjutnya.

Kedua, aktualisasi diri merupakan suatu proses yang sulit, bahkan terkadang menyakitkan. Aktualisasi diri berwujud semacam ujian dan rintangan yang datang bertubi-tubi untuk menguji dan merintangi kemampuan diri. Namun demikian, manusia senantiasa mampu melalui ujian dan rintangan itu karena merasa telah sepenuhnya tenggelam dalam arus kehidupan. Jadi, aktualisasi diri merupakan suatu keberanian untuk menjadi ada.

Ketiga, aktualisasi diri membuat individu menjadi dirinya sendiri. Seseorang tidak bisa bersembunyi di belakang topeng untuk berpura-pura menjadi bukan dirinya sendiri ataupun menyembunyikan sebagian dirinya. Ia mengetahui bahwa keberadaannya berfungsi sebagai individu di dalam area sanksi dan garis-garis pedoman yang jelas dari sebuah komunitas masyarakat.

d. Fungsi penuh

Rogers memikirkan tentang apa pun karakteristik diri seseorang yang potensi-potensinya berfungsi secara penuh. Menurutnya, hal itu bisa diklasifikasikan dalam tujuh prinsip.
1) Terbuka terhadap pengalaman
Seseorang yang memfungsikan seluruh potensinya akan berupaya mengalami semua perasaan dan sikap. Ia tidak merasa dihambat oleh syarat-syarat penghargaan sehingga dapat membuka diri terhadap semua pengalaman hidup. Hal yang terpenting, ia merasa tidak memiliki satu pun yang harus dilawan. Sebab, ia tidak melihat adanya ancaman. Jadi, ia tidak pernah merasa perlu bersikap defensif.

2) Berada dalam kehidupan eksistensial
Orang yang potensi-potensinya berfungsi penuh akan senantiasa berada di dalam momen kehidupan. Setiap pengalaman dirasakan segar dan baru. Sesuatu yang dialami seperti belum pernah ada sebelumnya, sehingga ia merespons dengan cara-cara baru. Maka, dalam setiap momen kehidupan selalu ada kegembiraan karena setiap pengalaman terasa segar.

3) Percaya diri
Seseorang yang berbagai potensi dirinya berfungsi penuh akan merasa percaya diri karena setiap sikapnya dilandasi oleh keyakinan teguh. Apabila suatu aktivitas terlihat berharga, ia akan melakukannya dengan senuh hati. Sebaliknya, jika suatu aktivitas dirasa tidak berharga, hal itu tidak akan dilakukannya. Ia akan lebih memercayai seluruh perasaannya terhadap suatu situasi daripada pikirannya sendiri.

4) Memiliki perasaan bebas
Orang potensi-potensinya berfungsi penuh berarti sehat secara psikologis sekaligus senantiasa merasa menjadi manusia bebas. Semakin seseorang sehat secara psikologis, ia kian memiliki kebebasan untuk memilih dan bertindak. Orang yang sehat dapat memilih secara leluasa tanpa adanya paksaan atau rintangan antara alternatif pikiran dan tindakan. Orang yang bebas mendedikasikan dirinya pada kemerdekaan penuh.

5) Senantiasa kreatif
Seseorang yang seluruh potensinya berfungsi penuh akan sangat kreatif. Ia terbuka sepenuhnya pada semua pengalaman, percaya diri, fleksibel dalam keputusan dan tindakannya. Orang yang kreatif akan mengungkapkan dirinya dengan cara menciptakan produk-produk dan kehidupan yang berbeda dalam segala hal. Ia bertingkah laku spontan, autokritik, senantiasa berubah, serta terus tumbuh dan berkembang sebagai respons terhadap beragam stimulus di sekelilingnya.

6) Andal dan konstruktif
Orang yang potensi-potensi dirinya berfungsi secara penuh senantiasa percaya untuk bertindak konstruktif, baik dalam keadaan maupun dimensi apa pun. Mereka mampu menjaga keseimbangan antara perasaan, pikiran dan tindakan. Sebab, hal-hal tersebut merupakan syarat dari sikap andal dan konstruktif.

7) Kehidupan kaya
Individu yang potensi-potensinya berfungsi penuh akan merasa kehidupannya penuh dengan kekayaan. Baik pikiran, sikap, maupun perasaan kaya, meskipun pada kenyataannya—secara material—boleh jadi miskin. Ia selalu tertarik pada setiap hal. Ia tahu cara mengontrol secara intens rasa suka cita dan sakit, cinta dan patah hati, serta ketakutan dan keberanian yang merupakan kodrat kepribadian setiap manusia.

e. Psikopatologi

Prinsip dasar dari aktualisasi—dan juga fungsi penuh—adalah harmoni dan keseimbangan. Sebagaimana dalam fungsi penuh andal dan konstruktif, Rogers mengacu pada kecenderungan aktualisasi. Pada saat yang sama, ia menyadari kebutuhan pada hal positif, seperti aturan moral, etika, adat, dan sebagainya. Di sini, Rogers menyimpulkan bahwa orang yang berupaya memfungsikan potensi-potensinya tidak berarti harus mengorbankan hal positif. Mereka mampu menjalani kehidupan yang autentik dan juga asli.

Sebaliknya, orang yang mengejar hal positif juga bukan berarti menjalani kehidupan palsu sehingga tidak menyadari potensi-potensinya. Jadi, tidak benar menyatakan bahwa karena setiap orang merasa perlu bergabung dengan orang-orang di sekitarnya. Ia kemudian juga merasa perlu mengorbankan keaslian dirinya. Menurut Rogers, ketika seseorang bergabung dengan orang lain, ia harus tetap autentik sebagai diri sendiri. Artinya, setiap orang harus menempatkan dirinya secara harmonis dan seimbang terhadap lingkungan, begitu pula sebaliknya.

Jika seseorang tidak mampu menciptakan harmoni dan keseimbangan maka secara prinsip ia telah teridentifikasi mengidap psikopatologis, yaitu suatu penyakit psikis. Jadi, Rogers menganggap psikopatologis pada diri seseorang dapat diidentifikasi dari kenyataan bahwa orang itu tidak benar menjadi diri sendiri akibat tidak mampu menciptakan harmoni dan keseimbangan antara diri dan lingkungannya.

Psikopatologis pada diri seseorang akan mendorongnya selalu bersifat defensif. Sebab, ia menganggap dirinya sedang diancam sehingga tidak dapat bersikap terbuka terhadap semua pengalaman. Akibatnya, potensi-potensinya tidak dapat berfungsi secara penuh. Orang semacam itu hanya sibuk bekerja keras untuk mempertahankan atau melindungi konsep ideal (ideal self) sendiri. Hidupnya tidak autentik dan selalu merasa berada di bawah bayang-bayang ancaman konstan.

Selanjutnya Rogers menjelaskan mekanisme distorsi dan penolakan. Distorsi terjadi ketika individu merasakan ancaman bagi konsep dirinya. Ia mendistorsi persepsi untuk mencapai konsep diri sendiri. Karena melakukan distorsi, ia berarti menipu dirinya sendiri. Ia berjuang untuk defensif agar segala macam ancaman tidak semakin menjauhkan dari konsep dirinya. Perilaku defensif memang mengurangi kesadaran ancaman. Akan tetapi, hal tersebut tidak sedikit pun mengurangi ancaman itu sendiri. Ancaman tetap ada secara konstan karena orang itu memercayai keberadaannya.

Ketika ancaman meningkat, konsep diri menjadi semakin sulit untuk dilindungi. Hal ini menyebabkan seseorang menjadi semakin bersikap lebih defensif dan kaku dalam struktur dirinya. Jika kelainan tersebut tidak segera diatasi, proses ini dapat menyebabkan individu mengidap neurotik. Fungsi diri menjadi rentan sedangkan psikologi berubah genting. Saat situasinya semakin memburuk, boleh jadi pertahanan diri terhenti sehingga kepribadian orang itu menjadi tidak teratur dan aneh, perilakunya cenderung irasional, serta menolak dirinya sendiri. Dalam kondisi demikian, sesuatu yang tidak diinginkan, seperti merasa hidupnya tidak berharga atau perasaan ingin bunuh diri semakin hari kian menghantui.


Ket. klik warna biru untuk link


Sumber
Irawan, Eka Nova. 2015. Pemikiran Tokoh-tokoh Psikologi; dari Klasik sampai Modern. IrcisoD. Yogyakarta


Download

Baca Juga
1. Carl Rogers. Biografi Psikolog
2. Carl Rogers. Teori Psikoterapi Humanistik
3. Carl Rogers. Prinsip Dasar
4. Carl Rogers. Metodologi Kepribadian
Aletheia Rabbani
Aletheia Rabbani “Barang siapa yang tidak mampu menahan lelahnya belajar, maka ia harus mampu menahan perihnya kebodohan” _ Imam As-Syafi’i

Post a Comment