Prinsip-prinsip Dasar Psikologi Adlerian

Table of Contents
Prinsip-prinsip Dasar Psikologi Adlerian
Alfred Adler
Alfred Adler dipengaruhi oleh ide-ide pembangunan mental dari filsuf Hans Vaihinger dan sastrawan Fyodor Dostoevsky. Selain itu, Adler juga dipengaruhi oleh tokoh-tokoh filsafat seperti Immanuel Kant, Friedrich Nietzsche, Rudolf Virchow, serta negarawan Jan Smuts. Dari pengaruh mereka, Adler kemudian mencetuskan konsep psikologi individual yang juga dikenal sebagai mazhab Adlerian. Pendekatan psikologi Adler menekankan pada holisme individu. Ia berpendapat bahwa psikologi individual pada hakikatnya merupakan sebuah psikologi sosial dan masyarakat.

Menurut Adler, manusia pada dasarnya dimotivasi oleh dorongan-dorongan sosial. Setiap orang menghubungkan dirinya dengan individu lain. Adler menempatkan kepentingan sosial di atas diri sendiri. Untuk memenuhi kebutuhan sosial, seseorang terjun dalam kegiatan-kegiatan kemasyarakatan. Dengan demikian, Adler menyimpulkan bahwa manusia adalah makhluk sosial.

Ada tujuh prinsip dasar yang terkandung di dalam teori psikologi individual (mazhab Adlerian).

1. Prinsip Inferioritas

Adler menyatakan bahwa manusia mempunyai potensi untuk merasa rendah diri. Seseorang cenderung melihat banyak individu lain mampu meraih sesuatu yang tidak dapat dilakukannya. Perasaan ini muncul ketika seseorang ingin menyaingi individu lain. Ia terdorong untuk mencapai taraf perkembangan yang lebih tinggi. Ketika telah mencapai taraf perkembangan tertentu, ia melihat individu lain yang ternyata lebih baik darinya. Maka, di dalam dirinya timbul kembali keinginan untuk melebihi tingkatan tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa manusia selalu merasa rendah.

Adler membuat istilah masculine protest, yaitu perasaan rendah diri berkaitan dengan kelemahan (weakness) dan kewanitaan (feminity) yang membuat kepribadian individu bersifat dinamis. Dalam hal ini, individu terus berupaya mencapai kondisi yang kuat dalam menggantikan perasaan rendah diri tersebut.

2. Prinsip Superioritas

Menurut Adler, manusia adalah makhluk agresif yang terus-menerus berupaya mempertahankan hidup. Hal ini mendorong setiap individu untuk mencari kekuatan fisik dan simbolik. Orang yang tidak memiliki agresivitas biasanya merasa tak berdaya. Jadi, sesuatu yang diinginkan manusia adalah kekuatan (power). Dengan kekuatan, manusia berhasrat mencapai kesempurnaan (superior). Dorongan superior ini bersifat universal dan tidak mengenal batas waktu. Melalui dorongan ini, manusia berupaya untuk meninggalkan perasaan rendah diri.

3. Prinsip Gaya Hidup

Dalam upaya mencapai kesempurnaan, manusia memerlukan cara yang oleh Adler disebut gaya hidup (life style). Dalam hal ini, gaya hidup individu merupakan kombinasi dari dua hal. Pertama, dorongan dari dalam dirinya yang mengatur arah perilaku. Kedua, dorongan dari lingkungan yang dapat menambah atau menghambat arah dorongan dari dalam diri tersebut. Di antara keduanya, dorongan dari dalam diri memiliki kedudukan yang lebih penting. Sebab, melalui dorongan tersebut, seseorang dapat menafsirkan kekuatan-kekuatan di luar dirinya. Dengan demikian, ia dapat mengambil sikap menyerang atau menghindar.

Adler tidak menerima pandangan yang menyebut manusia adalah produk lingkungan. Menurutnya, gaya hidup manusia justru lebih banyak dipengaruhi hal-hal yang berkembang di dalam dirinya. Gaya hidup dibentuk oleh kekuatan dari dalam diri yang dibawa sejak lahir serta kekuatan yang datang dari lingkungan. Gaya hidup sangat menentukan cara pandang manusia terhadap semua pengalamannya. Sebagai contoh, individu yang gaya hidupnya berkisar pada perasaan diabaikan dan tidak disenangi akan memandang seluruh pengalamannya dari perspektif tersebut.

Menurut Adler, gaya hidup manusia bersifat konstan. Hal yang berubah hanyalah cara untuk mencapai tujuan serta penafsiran untuk memuaskan gaya hidup. Misalnya, seseorang di masa lalunya tidak disayangi. Dalam hal ini, kasih sayang di masa lalu tidak lagi penting. Namun, kasih sayang masa depan akan dapat mengobati masa lalunya. Gaya hidup sukar untuk diubah karena berhubungan dengan emosi yang kuat.

4. Prinsip Diri Kreatif

Menurut Adler, kreativitas adalah penggerak utama bagi semua tingkah laku individu. Jika gaya hidup bersifat mekanis maka diri kreatif lebih dari itu. Diri kreatif murni diciptakan oleh individu yang selalu menginginkan dan membuat hal berbeda dari sebelumnya (melakukan inovasi). Hal ini kemudian menghasilkan kepribadian baru.

5. Prinsip Diri Sadar

Adler menempatkan kesadaran sebagai inti kepribadian individu. Manusia menyadari segala hal yang dilakukannya setiap waktu sehingga dapat menilai dan melakukan autokritik. Tindakan yang tak disadari pada suatu waktu tidak akan diingat oleh individu. Ingatan adalah fungsi jiwa yang tidak bekerja secara efisien. Keadaan tidak efisien ini disebabkan kondisi tubuh yang kurang sempurna, khususnya otak. Adler menentang sekaligus menganggap konsep alam tak sadar Freud sebagai mistik. Ia berpendapat manusia sangat sadar dengan hal-hal yang dilakukan dan sesuatu yang dicapainya. Dengan demikian, manusia dapat merencanakan dan mengarahkan perilaku ke arah tujuan yang dipilih secara sadar.

6. Prinsip Tujuan Semu

Adler menganggap hal terpenting bagi individu bukanlah sesuatu yang telah dilakukannya, melainkan apa yang akan dikerjakan dengan diri kreatifnya. Hal ini terjadi secara alamiah pada setiap individu. Seseorang masuk perguruan tinggi bukanlah didorong oleh nilainya saat SMA, tetapi—misalnya—agar kelak menjadi ilmuwan. Dengan demikian, tujuan yang dirumuskan oleh individu bersifat semu karena hal itu mungkin tidak terealisasi. Akan tetapi, justru hal itulah yang diperjuangkannya.

Tujuan semu ini tak dapat dipisahkan dari diri kreatif dan gaya hidup. Manusia bergerak dari perasaan inferior ke arah superioritas melalui gaya hidup dan diri kreatif semata-mata didorong oleh tujuan semu. Kepribadian manusia sepenuhnya sadar akan tujuan semu sehingga ia selanjutnya menafsirkan hal-hal dalam kehidupannya sehari-hari berkaitan dengan tujuan semuanya tersebut.

7. Prinsip Minat Sosial

Adler memercayai manusia dilahirkan dengan minat sosial yang bersifat universal. Kebutuhan ini terwujud dalam komunikasi dengan orang lain. Individu diarahkan untuk memelihara dan memperkuat perasaan sosial sehingga dapat meningkatkan kepeduliannya terhadap orang lain. Individu belajar melatih munculnya jiwa superior. Akan tetapi, ia akan mampu mengendalikannya karena ditarik oleh minat sosialnya. Proses-proses ini justru semakin memperkaya perasaan superioritasnya. Sebab, ia menyadari masyarakat yang kuat akan membantunya mencapai pemenuhan perasaan superior.

Ket. klik warna biru untuk link


Sumber
Irawan, Eka Nova. 2015. Pemikiran Tokoh-tokoh Psikologi; dari Klasik sampai Modern. IrcisoD. Yogyakarta


Download

Baca Juga
1. Alfred Adler. Biografi Psikolog
2. Pendekatan Adler terhadap Kepribadian 
3. Alfred Adler. Tipologi Kepribadian
4. Alfred Adler. Psikodinamika, Metafisika, dan Holisme
Aletheia Rabbani
Aletheia Rabbani “Barang siapa yang tidak mampu menahan lelahnya belajar, maka ia harus mampu menahan perihnya kebodohan” _ Imam As-Syafi’i

Post a Comment