Kemiskinan: Pengertian, Indikator, Penyebab, dan Upaya Menanggulanginya
Kemiskinan |
Pengertian Kemiskinan
Kemiskinan adalah keadaan saat ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan, pakaian, tempat berlindung, pendidikan, dan kesehatan. Kemiskinan dapat disebabkan oleh kelangkaan alat pemenuh kebutuhan dasar, ataupun sulitnya akses terhadap pendidikan dan pekerjaan. Kemiskinan dipahami dalam berbagai cara. Pemahaman utamanya mencakup:
1) Gambaran kekurangan materi, yang biasanya mencakup kebutuhan pangan sehari-hari, sandang, perumahan, dan pelayanan kesehatan. Kemiskinan dalam arti ini dipahami sebagai situasi kelangkaan barang-barang dan pelayanan dasar.
2) Gambaran tentang kebutuhan sosial, termasuk keterkucilan sosial, ketergantungan, dan ketidakmampuan untuk berpartisipasi dalam masyarakat. Hal ini termasuk pendidikan dan informasi. Keterkucilan sosial biasanya dibedakan dari kemiskinan, karena hal ini mencakup masalah-masalah politik dan moral, dan tidak dibatasi pada bidang ekonomi. Gambaran kemiskinan jenis ini lebih mudah diatasi daripada dua gambaran yang lainnya.
3) Gambaran tentang kurangnya penghasilan dan kekayaan yang memadai. Makna memadai di sini sangat berbeda-beda melintasi bagian-bagian politik dan ekonomi di seluruh dunia. Gambaran tentang ini dapat diatasi dengan mencari objek penghasilan di luar profesi secara halal. Perkecualian apabila institusi tempatnya bekerja melarang.
Indikator atau Ukuran Kemiskinan
Kemiskinan bisa dikelompokkan dalam dua kategori, yaitu kemiskinan absolut dan kemiskinan relatif. Kemiskinan absolut mengacu pada satu set standar yang konsisten, tidak terpengaruh oleh waktu dan tempat/negara. Sebuah contoh dari pengukuran absolut adalah persentase dari populasi yang makan di bawah jumlah yang cukup menopang kebutuhan tubuh manusia (kira kira 2000-2500 kalori per hari untuk laki laki dewasa).
Bank Dunia mendefinisikan Kemiskinan absolut sebagai hidup dengan pendapatan di bawah Dolar Amerika Serikat (USD) $1/hari dan Kemiskinan menengah untuk pendapatan di bawah $2 per hari, dengan batasan ini maka diperkirakan pada 2001 1,1 miliar orang di dunia mengonsumsi kurang dari $1/hari dan 2,7 miliar orang di dunia mengonsumsi kurang dari $2/hari. Proporsi penduduk negara berkembang yang hidup dalam Kemiskinan ekstrem telah turun dari 28% pada 1990 menjadi 21% pada 2001. Melihat pada periode 1981-2001, persentase dari penduduk dunia yang hidup di bawah garis kemiskinan $1 dolar/hari telah berkurang separuh. Tetapi, nilai dari $1 juga mengalami penurunan dalam kurun waktu tersebut.
Meskipun kemiskinan yang paling parah terdapat di dunia berkembang, ada bukti tentang kehadiran kemiskinan di setiap region. Di negara-negara maju, kondisi ini menghadirkan kaum tuna wisma yang berkelana ke sana kemari dan daerah pinggiran kota dan ghetto yang miskin. Kemiskinan dapat dilihat sebagai kondisi kolektif masyarakat miskin, atau kelompok orang-orang miskin, dan dalam pengertian ini keseluruhan negara kadang-kadang dianggap miskin. Untuk menghindari stigma ini, negara-negara ini biasanya disebut sebagai negara berkembang.
Kemiskinan tidak bisa dipahami dengan menggunakan satu dimensi atau satu indikator saja. Kemiskinan sangat kompleks, sehingga diperlukan indikator atau ukuran yang multidimensi. Indikator yang banyak digunakan adalah indikator global dengan menggunakan pendekatan moneter seperti garis kemiskinan yang digunakan oleh World Bank dengan batas USD 1.25 Purchasing Power Parity (PPP) atau melalui pendekatan konsumsi dasar (basic need) yang digunakan pula di Indonesia. Sementara itu, pendekatan tersebut hanya melihat indikator pendapatan atau konsumsi yang dilakukan masyarakat dan menurut Sen (2000) dianggap belum menangkap akar permasalahan kemiskinan yang sebenarnya.
Untuk melihat persoalan kemiskinan secara holistik, dikembangkan IKM (Indeks Kemisikinan Multidimensi). Konsep tersebut pertama kali dikembangkan oleh Oxford Poverty and Human Initiative (OPHI) berkolaborasi dengan Nation Development Programme (UNDP) pada tahun 2010. Tujuan utama dari dikembangkannya konsep tersebut adalah untuk memetakan indikator-indikator kemiskinan secara lebih komprehensif dan jelas. Hasilnya, ketika diadposi di Indonesia, ada tiga indikator yang digunakan untuk memahami persoalan kemiskinan, yaitu kesehatan, pendidikan, dan standar kualitas hidup. Indikator-indikator tersebut menunjukkan bahwa pendekatan moneter dan konsumsi saja tidak cukup untuk memberikan gambaran yang jelas tentang kemiskinan, diperlukan indikator-indikator lain seperti kesehatan, pendidikan, dan standar kualitas hidup.
Kemiskinan dunia
Deklarasi Copenhagen menjelaskan kemiskinan absolut sebagai sebuah kondisi yang dicirikan dengan kekurangan parah kebutuhan dasar manusia, termasuk makanan, air minum yang aman, fasilitas sanitasi, kesehatan, rumah, pendidikan, dan informasi. Bank Dunia menggambarkan sangat miskin sebagai orang yang hidup dengan pendapatan kurang dari PPP$1 per hari, dan miskin dengan pendapatan kurang dari PPP $2 per hari. Berdasarkan standar tersebut, 21% dari penduduk dunia berada dalam keadaan sangat miskin, dan lebih dari setengah penduduk dunia masih disebut miskin, pada 2001.
Penyebab kemiskinan
Kemiskinan banyak dihubungkan dengan:
1) Penyebab individual, atau patologis, yang melihat kemiskinan sebagai akibat dari perilaku, pilihan, atau kemampuan dari si miskin. Contoh dari perilaku dan pilihan adalah penggunaan keuangan tidak mengukur pemasukan.
2) Penyebab keluarga, yang menghubungkan kemiskinan dengan pendidikan keluarga. Penyebab keluarga juga dapat berupa jumlah anggota keluarga yang tidak sebanding dengan pemasukan keuangan keluarga.
3) Penyebab sub-budaya (subcultural), yang menghubungkan kemiskinan dengan kehidupan sehari-hari, dipelajari atau dijalankan dalam lingkungan sekitar. Individu atau keluarga yang mudah tergoda dengan keadaan tetangga adalah contohnya.
4) Penyebab agensi, yang melihat kemiskinan sebagai akibat dari aksi orang lain, termasuk perang, pemerintah, dan ekonomi. Contoh dari aksi orang lain lainnya adalah gaji atau honor yang dikendalikan oleh orang atau pihak lain. Contoh lainnya adalah perbudakan.
5) Penyebab struktural, yang memberikan alasan bahwa kemiskinan merupakan hasil dari struktur sosial.
Upaya Menanggulangi Kemiskinan
1) Bantuan kemiskinan, atau membantu secara langsung kepada orang miskin. Ini telah menjadi bagian pendekatan dari masyarakat Eropa sejak zaman pertengahan. Di Indonesia salah satunya berbentuk BLT.
2) Bantuan terhadap keadaan individu. Banyak macam kebijakan yang dijalankan untuk mengubah situasi orang miskin berdasarkan perorangan, termasuk hukuman, pendidikan, kerja sosial, pencarian kerja, dan lain-lain.
3) Persiapan bagi yang lemah. Daripada memberikan bantuan secara langsung kepada orang miskin, banyak negara sejahtera menyediakan bantuan untuk orang yang dikategorikan sebagai orang yang lebih mungkin miskin, seperti orang tua atau orang dengan ketidakmampuan, atau keadaan yang membuat orang miskin, seperti kebutuhan akan perawatan kesehatan. Persiapan bagi yang lemah juga dapat berupa pemberian pelatihan sehingga nanti yang bersangkutan dapat membuka usaha secara mandiri.
Ket. klik warna biru untuk link
Dari berbagai sumber
Download
Lihat Juga
1. Pengangguran
2. Kesenjangan Sosial
3. Patologi Sosial
4. Kejahatan
5. Urbanisasi
6. Konsep sosiologi. Permasalahan sosial
7. Dinamika kependudukan
8. Kewirausahaan
9. Demografi
Materi Sosiologi SMA
1. Materi Sosiologi Kelas X Bab 3.3 Ragam Gejala Sosial dalam Masyarakat (Kurikulum Revisi 2016)
2. Materi Sosiologi Kelas XI Bab 2.1 Permasalahan Sosial dalam Masyarakat (Kurikulum Revisi 2016)
3. Materi Sosiologi Kelas XI Bab 2.2 Permasalahan Sosial dalam Masyarakat (Kurikulum Revisi 2016) (Lanjutan)
4. Materi Sosiologi Kelas XI Bab 2.3 Permasalahan Sosial dalam Masyarakat (Kurikulum Revisi 2016) (Lanjutan)
5. Materi Sosiologi Kelas XII Bab 3.1 Ketimpangan Sosial sebagai Dampak Perubahan Sosial di Tengah Globalisasi (Kurikulum Revisi 2016)
6. Materi Sosiologi Kelas XII Bab 3.2 Ketimpangan Sosial sebagai Dampak Perubahan Sosial di Tengah Globalisasi (Kurikulum Revisi 2016)
7. Materi Sosiologi Kelas XII Bab 3.3 Ketimpangan Sosial sebagai Dampak Perubahan Sosial di Tengah Globalisasi (Kurikulum Revisi 2016)
Post a Comment