Pengertian Kejahatan Menurut Para Ahli, Unsur, Tipologi dan Teori Penyebabnya

Table of Contents
Pengertian Kejahatan Menurut Para Ahli
Kejahatan

A. Pengertian Kejahatan

Kejahatan adalah salah satu bentuk masalah sosial yang dapat merugikan anggota masyarakat lainnya. Kejahatan merupakan pelanggaran terhadap norma (hukum pidana). Pelaku kejahatan adalah mereka yang melanggar peraturan atau undang-undang pidana dan dinyatakan bersalah oleh pengadilan serta dijatuhi hukuman. Misalnya, pembunuhan, pencurian, dan penganiayaan.

Kejahatan yang terjadi dalam diri manusia seringkali di dasari dari proses imitasi seseorang pada pergaulan, dorongan karena membaca berita atau koran yang hoks, keadaan ekonomi yang lemah, dan bentuk penyimpangan sosial lainnya. Dengannya, dari aspek sosial pelaku kejahatan ialah mereka yang mengalami kegagalan dalam menyesuaikan diri atau berbuat menyimpang dengan sadar atau tidak sadar dari norma- norma yang berlaku di dalam masyarakat sehingga perbuatannya tidak dapat dibenarkan oleh masyarakat. Sementara itu, dari aspek ekonomi pelaku kejahatan ialah seorang (atau lebih) dianggap merugikan orang lain dengan membebankan kepentingan ekonominya kepada masyarakat sekelilingnya, sehingga ia dianggap sebagai penghambat atas kebahagiaan orang lain.

Secara formal kejahatan dirumuskan sebagai suatu perbuatan yang oleh negara diberi pidana. Pemberian pidana dimaksudkan untuk mengembalikan keseimbangan yang terganggu akibat perbuatan itu. Keseimbangan yang terganggu itu ialah ketertiban masyarakat terganggu, masyarakat resah akibatnya. Kejahatan dapat didefinisikan berdasarkan adanya unsur anti sosial. Berdasarkan unsur itu dapatlah dirumuskan bahwa kejahatan adalah suatu tindakan anti sosial yang merugikan, tidak pantas, tidak dapat dibiarkan, yang dapat menimbulkan kegoncangan dalam masyarakat.

Terdapat beberapa pendapat para ahli mengenai kejahatan, di antaranya:
1) Sutherland, kejahatan adalah perilaku penyimpangan sosial masyarakat yang keluar dari norma dan nilai sosial, perilaku ini menjadi penentu dalam pelanggaran ketentuan hukum pidana, sehingga seseorang yang melakukan kejahatan haruslah dihukum sesuai dengan keteraturan sosial yang berlaku di masyarakat.
2) Soesilo, kejahatan adalah prilaku masyarakat yang melanggar UU (Undang-Undang), prilaku ini dilihat dari sudut padang sosiologis menyebabkan banyak hilangnya keseimbangan, ketertiban, dan ketenteraman masyarakat sehingga haruslah dilakukan pengentasan yang efesien melalu penegak hukum yang baik.
3) W.A. Bonger, kejahatan merupakan perbuatan anti sosial yang secara sadar mendapatkan reaksi dari negara berupa pemberian derita dan kemudian, sebagai reaksi-reaksi terhadap rumusan hukum mengenai kejahatan.
4) Sue Titus Reid, kejahatan adalah suatu tindakan sengaja (Ommissi), dalam pengertian ini seseorang tidak hanya dihukum karena pikirannya, melainkan harus ada suatu tindakan atau kealpaan dalam bertindak. Dalam hal ini, kegagalan dalam bertindak dapat juga dikatakan sebagai kejahatan, jika terdapat suatu kewajiban hukum untuk bertindak dalam kasus tertentu. Di samping itu pula harus ada niat jahat.
5) Richard Quineey, kejahatan adalah suatu rumusan tentang perilaku manusia yang diciptakan oleh yang berwenang dalam suatu masyarakat yang secara politis terorganisasi; kejahatan merupakan suatu hasil rumusan perilaku yang diberikan
6) Van Bemmelen, kejahatan adalah tiap kelakuan yang bersifat tidak susila dan merugikan, yang menimbulkan begitu banya ketidaktenangan dalam suatu masyarakat tertentu, sehingga masyarakat itu berhak untuk mencelanya dan menyatakan penolakannya atas kelakuan itu dalam bentuk nestapa dengan sengaja diberikan karena kelakuan tersebut.
7) J.E. Sahetapy, dalam bukunya Paradoks Kriminologi menyatakan bahwa, kejahatan mengandung konotasi tertentu, merupakan suatu pengertian dan penamaan yang relatif, mengandung variabilitas dan dinamik serta bertalian dengan perbuatan atau tingkah laku (baik aktif maupun pasif), yang dinilai oleh sebagian mayoritas atau minoritas masyarakat sebagai suatu perbuatan anti sosial, suatu perkosaan terhadap skala nilai sosial dan atau perasaan hukum yang hidup dalam masyarakat sesuai dengan ruang dan waktu.

Dari pendapat tentang kejahatan di atas, maka pengertian kejahatan dapat digolongkan dalam tiga hal:
1) Pengertian secara praktis (sosiologis); pelanggaran atas norma-norma agama, kebiasaan, dan kesusilaan yang hidup dalam masyarakat.
2) Pengertian secara religius; pelanggaran atas perintah-perintah Tuhan
3) Pengertian secara yuridis; dilihat dari hukum pidana maka kejahatan adalah setiap perbuatan atau pelalaian yang dilarang oleh hukum publik untuk melindungi masyarakat dan diberi pidana oleh negara.

B. Unsur-Unsur Kejahatan

Secara umum, kejahatan harus mencakup unsur-unsur di bawah ini:
1) Harus ada sesuatu perbuatan manusia, berdasarkan hukum pidana positif yang berlaku di Indonesia, yang dapat dijadikan subjek hukum hanyalah manusia. Hewan tidak dapat dituduh melanggar hukum, demikian pula badan hukum. Badan hukum dapat melakukan perbuatan hukum dan dapat menjadi subjek hukum, akan tetapi badan hukum tidak dapat dituntut hukum pidana. Hal ini sesuai dengan sifat hukum pidana kita yang bersandar pada ajaran mengharuskan adanya unsur dosa pada orang yang melakukan perbuatan terlarang. Namun seiring perkembangan perundang-undangan di Indonesia maka Badan Hukum dapat pula dituntut pidana, misalnya dalam UU Korupsi dan UU Perikanan, dimana Badan Hukum dikenakan pidana denda dan sanksi administrasi.
2) Perbuatan itu harus sesuai dengan apa yang dirumuskan dalam ketentuan pidana, Untuk hal ini perlu diselidiki apakah unsur-unsur yang dimuat di dalam ketentuan hukum itu terdapat di dalam perbuatan.
3) Harus terbukti adanya dosa pada orang yang berbuat, untuk dapat dikatakan seseorang berdosa (tentu dalam hukum pidana) diperlukan adanya kesadaran pertanggungjawaban, adanya hubungan pengaruh dari keadaan jiwa orang atas perbuatannya, kehampaan alasan yang dapat melepaskan diri dari pertanggungjawaban.
4) Perbuatan itu harus berlawanan dengan hukum, secara formal perbuatan yang terlarang itu berlawanan perintah undang-undang itulah perbuatan melawan hukum. Ada tiga penafsiran tentang istilah melawan hukum. Simons mengatakan melawan hukum artinya bertentang dengan hukum, bukan saja dengan hukum subjektif juga hukum objektif. Pompe memperluas lagi dengan hukum tertulis dan hukum tidak tertulis. Menurut anggapan Noyon, melawan hukum artinya bertentangan dengan hak orang lain. Sedang menurut Hoge Raad, Arrest bahwa melawan hukum berarti tanpa wewenang atau tanpa hak.
5) Terhadap perbuatan itu harus tersedia ancaman hukuman di dalam undang-undang, tidak boleh suatu perbuatan dipidana kalau sebelumnya dilakukan belum diatur oleh Undang-undang. Undang-undang hanya berlaku untuk ke depan dan tidak berlaku surut. Azas ini dikenal dengan sebutan Nullum Delictum, Nulla Poena Sine Praevia Lege Poenali. Azas ini telah diletakkan pada pasal 1 ayat 1 KUUHP: Tiada suatu perbuatan boleh dihukum, melainkan atas kekuatan ketentuan pidana dalam undang-undang, yang terdahulu daripda perbuatan itu.

C. Tipologi Kejahatan

Terdapat empat pendekatan dalam menjelaskan latar belakang terjadinya kejahatan, di antaranya:
1) Pendekatan biogenik; suatu pendekatan yang mencoba menjelaskan sebab atau sumber kejahatan berdasarkan faktor-faktor dan proses biologis
2) Pendekatan Psikogenik; yang menekankan bahwa para pelanggar hukum memberi respons terhadap berbagai macam tekanan psikologis serta masalah-masalah kepribadian yang mendorong mereka untuk melakukan kejahatan.
3) Pendekatan Sosiogenik; yang menjelaskan kejahatan dalam hubungannya dengan poses-proses dan struktur-struktur sosial yang ada dalam masyarakat atau yang secara khusus dikaitkan dengan unsur-unsur di dalam sistem budaya.
4) Pendekatan Tipologis; yang didasarkan pada penyusunan tipologi penjahat dalam hubungannya dengan peranan sosial pelanggar hukum, tingkat identifikasi dengan kejahatan, konsepsi diri, pola persekutuan dengan orang lain yang penjahat atau yang bukan penjahat, kesinambungan dan peningkatan kualitas kejahatan, cara melakukan dan hubungan perilaku dengan unsur-unsur kepribadian serta sejauh mana kejahatan merupakan bagian dari kehidupan seseorang.

Pengetahuan tentang tipologi penjahat, kejahatan dan kriminalitas sangat diperlukan bagi usaha untuk merancang pola pencegahan dan pembinaan pelanggar hukum. Dalam perkembangan ilmu pengetahuan kriminologi telah banyak dilakukan usaha untuk menggolongkan kejahatan dan penjahat dalam tipe-tipe tertentu. Berikut beberapa tipologi kejahatan menurut para pakar, di antaranya:
1) Mayhew dan Moreau, mengajukan tipologi kejahatan berdasarkan cara kejahatanyang dihubungkan dengan kegiatan penjahat, yaitu penjahat profesional yang menghabiskan masa hidupnya dengan kegiatan-kegiatan kriminal dan penjahat accidental yang melakukan kejahatan sebagai akibat situasi dan kondisi lingkungan yang tidak dapat diperhitungkan sebelumnya.
2) Lindesmith dan Dunham, membagi penjahat atas penjahat individual yang bekerja atas alasan pribadi tanpa dukungan budaya dan penjahat sosial yang didukung norma-norma kelompok tertentu dan dengan kejahatan memperoleh status dan penghargaan dari kelompoknya.
3) Gibbons dan Garrlty, menyusun pembedaan antara kelompok penjahat yang seluruh orientasi hidupnya dituntun oleh kelompok-kelompok pelanggar hukum dengan kelompok penjahat yang orientasi hidupnya sebagian besar dibimbing oleh kelompok bukan pelanggar hukum.
4) Walter C. Recless, membedakan karir penjahat ke dalam, penjahat biasa, penjahat berorganisasi dan penjahat profesional. Penjahat biasa adalah peringkat terendah dalam karir kriminil, mereka melakukan kejahatan konvensional mulai dari pencurian ringan sampai pencurian dengan kekerasan yang membutuhkan keterampilan terbatas, juga kurang mempunyai organisasi. Penjahat terorganisasi umumnya mempunyai organisasi yang kuat dan dapat menghindari penyelidikan, serta mengkhususkan diri dalam bisnis ilegal berskala besar, Kekuatan, kekerasan, intimidasi dan pemerasan digunakan untuk memperoleh dan mempertahankan pengendalian atas kegiatan ekonomi di luar hukum. Adapun penjahat profesional lebih mempunyai kemahiran yang tinggi dan mampu menghasilkan kejahatan yang besar dan yang sulit diungkapkan oleh penegak hukum. Penjahat-penjahat jenis ini mengkhususkan diri dalam kejahatan-kejahatan yang lebih membutuhkan keterampilan daripada kekerasan.
5) Marshall B. Clinard dan Richard Quinney, memberikan 8 tipe kejahatan yang didasarkan pada 4 karakteristik, yaitu :
a. Karir penjahat dari si pelanggar hukum
b. Sejauh mana perilaku itu memperoleh dukungan kelompok
c. Hubungan timbal balik antara kejahatan pola-pola prilaku yang sah
d. Reaksi sosial terhadap kejahatan.
Tipologi kejahatan yang mereka susun adalah sebagai berikut :
1. Kejahatan perorangan dengan kekerasan yang meliputi bentuk-bentuk perbuatan kriminil seperti pembunuhan dan perkosaan, Pelaku tidak menganggap dirinya sebagai penjahat dan seringkali belum pernah melakukan kejahatan tersebut sebelumnya, melainkan karena keadan-keadaan tertentu yang memaksa mereka melakukannya.
2. Kejahatan terhadap harta benda yang dilakukan sewaktu-waktu, termasuk ke dalamnya antara lain pencurian kendaraan bermotor. Pelaku tidak selalu memandang dirinya sebagai penjahat dan mampu memberikan pembenaran atas perbuatannya.
3. Kejahatan yang dilakukan dalam pekerjaan dan kedudukan tertentu yang pada umumnya dilakukan oleh orang yang berkedudukan tinggi. Pelaku tidak memandang dirinya sebagai penjahat dan memberikan pembenaran bahwa kelakuannya merupakan bagian dari pekerjaan sehari-hari.
4. Kejahatan politik yang meliputi pengkhianatan spionase, sabotase, dan sebagainya. Pelaku melakukannya apabila mereka merasa perbuatan ilegal itu sangat penting dalam mencapai perubahan-perubahan yang diinginkan dalam masyarakat.
5. Kejahatan terhadap ketertiban umum. Pelanggar hukum memandang dirinya sebagai penjahat apabila mereka terus menerus ditetapkan oleh orang lain sebagai penjahat, misalnya pelacuran. Reaksi sosial terhadap pelanggaran hukum ini bersifat informal dan terbatas.
6. Kejahatan konvensional yang meliputi antara lain perampokan dan bentuk-bentuk pencurian terutama dengan kekerasan dan pemberatan. Pelaku menggunakannya sebagai part time- Carreer dan seringkali untuk menambah penghasilan dari kejahatan. Perbuatan ini berkaitan dengan tujuan-tujuan sukses ekonomi, akan tetapi dalam hal ini terdapat reaksi dari masyarakat karena nilai pemilikan pribadi telah dilanggar.
7. Kejahatan terorganisasi yang dapat meliputi antara lain pemerasan, pelacuran, perjudian terorganisasi serta pengedaran narkotika dan sebagainya. Pelaku yang berasal dari eselon bawah memandang dirinya sebagai penjahat dan terutama mempunyai hubungan dengan kelompok-kelompok penjahat, juga terasing dari masyarakat luas, sedangkan para eselon atasnya tidak berbeda dengan warga masyarakat lain dan bahkan seringkali bertempat tinggal di lingkungan-lingkungan pemukiman yang baik.
8. Kejahatan profesional yang dilakukan sebagai suatu cara hidup seseorang. Mereka memandang diri sendiri sebagai penjahat dan bergaul dengan penjahat-penjahat lain serta mempunyai status tinggi dalam dunia kejahatan. Mereka sering juga cenderung terasing dari masyarakat luas serta menempuh suatu karir penjahat. Reaksi masyarakat terhadap kejahatan ini tidak selalu keras.

6) Bonger, kejahatan dapat digolongkan sebagai berikut: Kejahatan ekonomi, Kejahatan seksual, Kejahatan agresif, dan Kejahatan politik.
Sedang berdasarkan hukum pidana kita maka tipe penjahat, sebagai berikut:
a. Kejahatan dan pelanggaran mengenai kekayaan
b. Kejahatan dan pelanggaran mengenai nyawa dan tubuh
c. Kejahatan dan pelanggaran mengenai kehormatan orang
d. Kejahatan dan pelanggaran mengenai kesopanan
e. Kejahatan dan pelanggaran mengenai membahayakan keadaan
f. Kejahatan dan pelanggaran menganai kedudukan negara
g. Kejahatan dan pelanggaran mengenai tindakan alat-alat Negara.

Sedangkan tipe jenis penjahat menurut Bonger ada 9, yaitu :
a. The Cassual Offender; Tipe ini sebenarnya belum dapat disebut penjahat, tetapi pelanggar kecil, seperti tidak pakai lampu pada malam hari atau tidak berjalan di sisi kiri jalan.
b. The Occasional Criminal; Orang ini melakukan kejahatan ringan seperti, orang yang menabrak sehingga korban luka ringan.
c. The Episodic Criminal; Perbuatannya disebabkan karena emosi yang hebat, sehingga dia kehilangan kontrol.
d. The Habitat Criminal; Mereka atau orang yang selalu mengulangi perbuatannya, seperti pemabok, pengemis. Dan dapat juga digolongkan sebagai residivis.
e. The Professional Criminal; Pelaku perbuatan ini sebagai mata pencaharian, karena sifatnya mata pencaharian tentunya banyak terjadi di lapangan ekonomi seperti penyelundupan, korupsi, penjualan narkotik.
f. Organized Crime; Para pelaku mengadakan organisasi yang rapi untuk operasi kejahatan.
g. The Mentally Abnormal Criminal; Penjahat ini menderita penyakit psikopatis dan psikotis, penjahat yang mengalami gangguan jiwa.
h. The Nonmalicious Criminal; Sesuatu perbuatan dinilai sekolompok masyarakat sebagai kejahatan sedang kelompok lain menyebut bukan kejahatan. Kejahatan ini bersifat relatif. Ada orang yang menuduh seorang laki’ menyerahkan istrinya pada tamunya sebagai kejahatan. Hal ini dilakukan sebagai adat istiadat mereka dalam menyambut tamunya.
i. The White Collar Crime; Kejahatan yang dilakukan oleh seorang dari upper class didalam rangka melaksanakan kegiatan-kegiatan dalam jabatan, baik di bidang ekonomi maupun sosial politik dan terutama merupakan pelanggaran atas kepercayaan dari masyarakat kepadanya. Kerugian yang ditimbulkan bersifat materi dan immateril. Yang dimaksud immateril timbulnya ketidakpercayaan dan menurunnya kepercayaan masyarakat kepadanya.

7) Lombrossi, pelaku kejahatan terbagi kepada:
a. Penjahat sejak lahir
b. Penjahat sakit gila
c. Penjahat karena nafsu kelamin
d. Penjahat karena kesempatan:
- Penjahat sejati
- Penjahat karena kebiasaan

8) Seelig melihat kejahatan dari motifnya dan membaginya kepada:
a. Penjahat karena enggan bekerja
b. Penjahat kekayaan uang
c. Penjahat agresif
d. Penjahat nafsu seksual
e. Penjahat karena krisis
f. Penjahat yang bereaksi primitif
g. Penjahat karena keyakinan
h. Penjahat karena kurang disiplin
i. Penjahat bentuk campuran

D. Mengapa Manusia Melakukan Kejahatan

1) Aliran Kriminologi Klasik
Menurut aliran ini tidaklah perlu dicari sebab musabab kejahatan, karena setiap perbuatan yang dilakukan seseorang berdasarkan pertimbangan yang sadar yang telah diperhitungkan untung dan ruginya. Apabila ia berhasil atas perbuatannya maka ia untung, tetapi apabila ia gagal dalam perbuatannya dan terkena hukuman maka ia rugi. Pandangan ini dipengaruhi oleh aliran filsafat abad 18 yakni hedonisme, Utilitarisme, dan Rasionalisme. Mengapa manusia melakukan kejahatan, menurut aliran ini pada dasarnya bahwa setiap individu telah mempunyai hitungan sendiri-sendiri mengenai untung dan ruginya, dari perbuatan yang akan dilakukannya itu.

Aliran klasik menyebut ajarannya sebagai Hedonistic Psychology, bahwa manusia mengatur tingkah lakunya atas dasar pertimbangan suka dan duka yang diperoleh dari tindakan tertentu dibandingkan dengan duka yang diperoleh dari tindakan yang sama, si penindak (pelaku kejahatan) diperkirakan bertindak bebas dan menentukan pilihannya berdasarkan perhitungan hedonitas.

2) Aliran Positivisme
Orang yang melakukan kejahatan karena adanya pengaruh lingkungan, seperti kondisi masyarakat yang semrawut, saling tiru meniru dalam berbagai pergaulan, faktor lingkungan ekonomi seperti kemisikinan. Semboyan aliran positivisme ini adalah bahwa dunia lebih bertanggung jawab terhadap bagaimana jadinya saya, daripada saya sendiri. Baik buruknya perangai seseorang tidak hanya ditentukan oleh dirinya sendiri tetapi lingkungannya ikut bertanggung jawab atas perbuatannya.

Ungkapan di atas menyiratkan makna bahwa manusia tak dapat melepaskan dirinya dari proses interaksi timbal balik antara diri dan lingkungan masyarakatnya. Sebab itu setiap masyarakat memiliki produk penjahatnya sendiri sesuai dengan corak ragam masyarakat itu sendiri. Masyarakat dapat menjadi ladang yang subur bagi aneka ragam benih bentuk kejahatan. Masyarakat yang sakit, masyarakat yang penuh patologi merupakan rahim yang produktif melahirkan aneka ragam penjahat. Apabila penjahat dibiarkan sebagai limbah masyarakat yang berserakan di seantero wilayah, dengan demikian masyarakat itu ibarat penghasil wabah.

Manusia yang berbuat jahat menurut Hoefnagles, mereka berada dalam situasi crisis of indiviual identity. Apakah mereka merasa dan setuju untuk dikatakan penjahat setelah melakukan perbuatan sebagaimana tertera dalam undang-undang dan juga cap yang diberikan masyarakat ? Siapa peduli terhadap ketidaksetujuan atau kesetujuan onggokan limbah masyarakat yang mengotori wilayah seantero kota? adakah masyarakat yang mau mendengarkan suara limbahnya? hal ini berpulang kepada hati setiap hati nurani anggota masyarakat itu sendiri. Namun demikian, perlukah kita renungi bersama bahwa kita tidaklah memerangi penjahat tetapi yang kita perangi adalah kejahatan.

3) Aliran Kombinasi

Mengapa manusia melakukan kejahatan, menurut aliran ini yang dipelopori oleh murid Lambrosso, Enricco Ferry (1856-2929), bawah kejahatan terletak pada faktor-faktor Bio-Sosiologi atau Bakat (B) dan Lingkungan (L) yang secara bersama memberi pengaruh terhadap pribadi dan kondisi seseorang yang pada saatnya dapat berbuat jahat. Aliran ini lebih menekankan pada kesalinghubungan dari faktor-faktor sosial, ekonomi, politik, yang mempengaruhi kejahatan. Menurutnya kejahatan dapat dijelaskan melalui : studi pengaruh-pengaruh interaktif di antara faktor-faktor fisik (ras, geograpis, temperatur); faktor-faktor sosial (umur, jenis kelamin, variabel-variabel psikologis); kejahatan juga dapat dibatasi dengan perubahan-perubahan sosial (subsidi perumahan, kontrol kelahiran, kebebasan menikah, dan bercerai).

Dari berbagai sumber


Ket. klik warna biru untuk link

Download

Lihat Juga
1. Perilaku menyimpang. Korupsi
2. Penyimpangan seksual
3. Faktor utama penyebab perilaku menyimpang
4. Conformity dan deviation
5.
Kenakalan Remaja 

6. Patologi Sosial 
7. Remaja 
8. Kejahatan
9. Pengertian Kriminalitas, Ciri, Penyebab, Dampak, Bentuk, dan Upaya Penanggulangannya

Materi Sosiologi SMA
1. Materi Sosiologi Kelas X Bab 3.3 Ragam Gejala Sosial dalam Masyarakat (Kur Revisi)
2. Materi Sosiologi Kelas XI Bab 2.1 Permasalahan Sosial dalam Masyarakat (Kurikulum Revisi 2016)
3. Materi Sosiologi Kelas XI Bab 2.2 Permasalahan Sosial dalam Masyarakat (Kurikulum Revisi 2016) (Lanjutan)
4. Materi Sosiologi Kelas XI Bab 2.3 Permasalahan Sosial dalam Masyarakat (Kurikulum Revisi 2016) (Lanjutan)
Aletheia Rabbani
Aletheia Rabbani “Barang siapa yang tidak mampu menahan lelahnya belajar, maka ia harus mampu menahan perihnya kebodohan” _ Imam As-Syafi’i

Post a Comment