Materi Sosiologi SMA Kelas XII Bab 4: Pemberdayaan Komunitas Berbasis Kearifan Lokal (Kurikulum Merdeka)

Table of Contents

Pemberdayaan Komunitas Berbasis Kearifan Lokal

Tujuan Pembelajaran

1. Peserta didik diharapkan mampu menguraikan prinsip-prinsip dan strategi pemberdayaan masyarakat sesuai potensi komunitas lokal.
2. Peserta didik diharapkan mampu menyusun pemberdayaan masyarakat melalui perencanaan dan pengamatan lingkungan sekitar.
3. Peserta didik diharapkan mampu melakukan tahap-tahap evaluasi pemberdayaan secara sistematis dan kritis.

A. Pemberdayaan Komunitas Lokal dan Potensi Kearifan Lokal

Hakikat Komunitas Lokal
Komunitas lokal merupakan penggabungan dari kata "komunitas" dan "lokal". Kata komunitas berasal dari bahasa Latin, yakni communitas, yang artinya “kesamaan”. Kamus Besar Bahasa Indonesia menjelaskan komunitas sebagai kelompok organisme (orang dan sebagainya) yang hidup dan saling berinteraksi di daerah tertentu; masyarakat; paguyuban, sedangkan kata lokal dijelaskan sebagai di suatu tempat (tentang pembuatan, produksi, tumbuh, hidup, dan sebagainya); setempat. Adapun komunitas lokal dijelaskan sebagai komunitas yang bersifat lokal (setempat).

Robert Maclver (Mansyur dalam Cholil, 1987) mengemukakan bahwa community (komunitas dalam bahasa Indonesia) sebagai persekutuan hidup atau paguyuban dan dimaknai sebagai suatu daerah masyarakat yang ditandai dengan beberapa tingkatan pertalian kelompok sosial satu sama lain. Istilah community juga diistilahkan sebagai masyarakat setempat.

Masyarakat setempat ini menunjuk pada warga sebuah desa, kota, suku, atau bangsa. Selain itu, masyarakat setempat juga menunjuk pada bagian masyarakat yang bertempat tinggal di suatu wilayah (dalam arti geografis) dalam batas-batas tertentu, dengan faktor utama yang menjadi dasar adalah interaksi.

Kriteria utama suatu komunitas atau masyarakat setempat adalah adanya hubungan sosial antaranggota suatu kelompok. Dengan demikian, masyarakat setempat adalah suatu wilayah kehidupan sosial yang ditandai oleh suatu derajat hubungan sosial tertentu. Keberadaan komunitas biasanya didasari oleh lokalitas dan perasaan komunitas (community sentiment).
a. Lokalitas. Lokalitas atau tempat tinggal pasti dimiliki oleh suatu komunitas. Komunitas yang memiliki tempat tinggal secara tetap biasanya memiliki ikatan solidaritas sosial yang kuat. Hal ini merupakan pengaruh kesatuan tempat tinggalnya.
b. Perasaan komunitas (community sentiment). Perasaan komunitas (community sentiment) merupakan suatu perasaan antaranggota bahwa mereka saling memerlukan dan tanah yang mereka tinggali memberikan kehidupan kepada semuanya.

Menurut Robert Maciver dan Charles Horton Cooley, ada beberapa unsur dalam perasaan komunitas, yaitu sebagai berikut.
1) Seperasaan. Unsur seperasaan timbul akibat dari seseorang yang berusaha mengidentifikasikan dirinya dengan banyak orang karena memiliki kepentingan yang sama dalam memenuhi kebutuhan hidup.
2) Sepenanggungan. Unsur sepenanggungan diartikan sebagai kesadaran akan peranan dan tanggung jawab anggota komunitas dalam kelompoknya.
3) Saling memerlukan. Unsur saling memerlukan diartikan sebagai perasaan ketergantungan terhadap komunitas baik yang sifatnya fisik maupun psikologis.

2. Hakikat Kearifan Lokal
Kearifan lokal masyarakat merupakan hasil dari proses adaptasi turun-temurun dalam periode waktu yang sangat lama terhadap suatu lingkungan alam tempat mereka tinggal. Kearifan lokal menjadi tata nilai kehidupan yang diwarisi antargenerasi.

Pada umumnya, kearifan lokal berbentuk lisan atau tulisan tentang sistem sosial suatu masyarakat. Namun, pada era modern ini, nilai-nilai luhur dalam kearifan lokal dikhawatirkan mulai meredup, memudar, dan kehilangan maknanya.

Banyak pandangan mengenai pengertian kearifan lokal. Akan tetapi, pada dasarnya, kearifan lokal mengacu kepada nilai-nilai dalam masyarakat dan keseimbangan alam. Berikut adalah beberapa pandangan mengenai kearifan lokal.
a. S. Swarsi menyatakan bahwa secara konseptual, kearifan lokal merupakan kebijaksanaan manusia yang bersandar pada filosofi nilai-nilai, etika, cara-cara, dan perilaku yang melembaga secara tradisional. Kearifan lokal adalah nilai yang dianggap baik dan benar sehingga dapat bertahan dalam waktu yang lama, bahkan melembaga (Mariane, 2014).
b. Phongphit dan Nantasuwan menyatakan kearifan lokal sebagai pengetahuan yang berdasarkan pengalaman masyarakat turun-temurun antargenerasi. Pengetahuan ini menjadi aturan bagi kegiatan sehari-hari masyarakatnya ketika berhubungan dengan keluarga, tetangga, masyarakat lain, dan lingkungan sekitar (Affandy dan Wulandari, 2012).
c. I Ketut Gobyah mengatakan bahwa kearifan lokal adalah kebenaran yang telah mentradisi atau ajek dalam suatu daerah. Kearifan lokal merupakan perpaduan antara nilai-nilai suci firman Tuhan dan berbagai nilai yang ada. Kearifan lokal terbentuk sebagai keunggulan budaya masyarakat setempat maupun kondisi geografis dalam arti luas. Kearifan lokal merupakan produk budaya masa lalu yang patut secara terus-menerus dijadikan pegangan hidup. Meskipun bernilai lokal, tetapi nilai yang terkandung di dalamnya dianggap sangat universal (Samudra, 2010).
d. Haryati Soebadio mengatakan bahwa local genius adalah juga cultural identity, identitas/kepribadian budaya bangsa yang menyebabkan bangsa tersebut mampu menyerap dan mengolah kebudayaan asing sesuai watak dan kemampuan sendiri (Saragih, 2013).

Dengan demikian, dapat diambil kesimpulan bahwa kearifan lokal adalah pandangan hidup dan ilmu pengetahuan serta berbagai strategi kehidupan yang berwujud aktivitas yang dilakukan oleh masyarakat lokal dalam menjawab berbagai masalah guna memenuhi kebutuhan komunitas tersebut.

Dalam istilah asing, kearifan lokal juga sering dikonsepsikan sebagai kebijakan masyarakat setempat. Hal ini terlihat dari muatan katanya, yaitu local wisdom (kearifan lokal), local knowledge (pengetahuan lokal), atau local genius (kecerdasan setempat). Istilah kearifan lokal atau local genius ini diperkenalkan pertama kali oleh H. G. Quaritch Wales pada tahun 1951 (Kahn, 1998).

Kearifan lokal berkaitan erat dengan kondisi geografis atau lingkungan alam. Nilai-nilai dalam kearifan lokal menjadi modal utama dalam membangun masyarakat tanpa merusak tatanan sosial dengan lingkungan alam. Jadi, dapat dikatakan bahwa kearifan lokal terbentuk sebagai budaya unggul dari masyarakat setempat berkaitan dengan kondisi geografis. Kearifan lokal merupakan produk budaya masa lalu yang patut dijadikan pegangan hidup. Meskipun bernilai lokal, terkandung di dalamnya diyakini sangat universal.

Kearifan lokal tecermin dalam setiap aktivitas masyarakat, seperti religi, budaya, dan adat istiadat. Masyarakat beradaptasi terhadap lingkungan tempat tinggalnya dengan mengembangkan suatu kearifan dalam wujud pengetahuan atau ide, nilai budaya, serta peralatan, yang dipadukan dengan nilai dan norma adat dalam aktivitas mengelola lingkungan untuk mencukupi kebutuhan hidup.

Ciri-ciri kearifan lokal tersebut adalah sebagai berikut (Saragih, 2013).
a. Mampu bertahan terhadap budaya luar.
b. Memiliki kemampuan mengakomodasi unsur-unsur budaya luar.
c. Mempunyai kemampuan mengintegrasikan unsur budaya luar ke dalam budaya asli.
d. Mempunyai kemampuan mengendalikan.
e. Mampu memberi arah pada perkembangan budaya.

Adapun karakteristik kearifan lokal menurut Phongphit dan Nantasuwan adalah sebagai berikut (Affandy dan Wulandari, 2012).
a. Memasukkan nilai-nilai yang mengajari masyarakat mengenai etika dan moral.
b. Mengajarkan masyarakat untuk mencintai alam, tidak merusak alam.
c. Berasal dari anggota-anggota tua masyarakat.

Nyoman Sirtha menyatakan bahwa kearifan lokal memiliki berbagai bentuk dalam masyarakat. Karena bentuknya beragam, fungsi kearifan lokal pun menjadi beragam. Menurut Sirtha, kearifan lokal memiliki fungsi dan makna sebagai berikut (Mariane, 2014).
a. Berfungsi untuk konservasi dan pelestarian sumber daya a alam.
b. Berfungsi untuk pengembangan sumber daya manusia, misalnya berkaitan dengan upacara daur hidup, konsep kanda pat rare.
c. Berfungsi untuk pengembangan kebudayaan dan ilmu pengetahuan.
d. Berfungsi sebagai petuah, kepercayaan, sastra, dan pantangan.
e. Bermakna sosial misalnya upacara integrasi komunal/kerabat serta upacara daur pertanian.
f. Bermakna etika dan moral, yang terwujud dalam upacara ngaben dan penyucian roh leluhur.
g. Bermakna politik, misalnya dalam upacara nangluk merana dan kekuasaan patron client.

Nyoman Sirtha menjelaskan bahwa bentuk-bentuk kearifan lokal yang ada dalam masyarakat dapat berupa nilai, norma, kepercayaan, dan aturan-aturan khusus. Kearifan lokal berasal dari warisan nenek moyang yang menyatu dalam kehidupan manusia yang diturunkan dari generasi ke generasi.

Adapun menurut Teezi, Marchettini, dan Rarosini (Mariane, 2014), hasil akhir dari sedimentasi kearifan lokal adalah berbentuk tradisi atau agama. Terdapat pendapat lain yang mengklasifikasikan bentuk kearifan lokal ke dalam dua aspek. Bentuk kearifan lokal yaitu berwujud nyata (tangible) dan yang tidak berwujud (intangible) (Azan, 2013).

3. Pemberdayaan Komunitas Lokal
Secara etimologis, pemberdayaan berasal dari kata "daya" yang berarti kekuatan atau mengembangkan kemampuan. Pemberdayaan dapat diartikan sebagai suatu proses menuju berdaya atau proses untuk memperoleh daya/kekuatan kemampuan atau proses pemberian daya/kekuatan/ kemampuan kepada pihak yang kurang atau belum berdaya.

Berikut akan diuraikan berbagai pengertian pemberdayaan menurut para ahli.
a. Menurut Tri Winarni, inti pemberdayaan meliputi tiga hal, yaitu pengembangan (enabling), memperkuat potensi atau daya (empowering), dan memperkuat kemandirian (Kasim dan Karim, 2006).
b. Menurut Edi Suharto (2009), pemberdayaan menunjuk pada kemampuan orang, khususnya kelompok rentan dan lemah sehingga mereka memiliki kekuatan atau kemampuan dalam hal-hal berikut.
1) Memenuhi kebutuhan dasarnya sehingga mereka memiliki kebebasan (freedom), seperti bebas mengeluarkan pendapat, bebas dari kebodohan, dan bebas dari kesakitan.
2) Menjangkau sumber-sumber produktif yang memungkinkan mereka dapat meningkatkan pendapatan dan memperoleh barang-barang dan jasa-jasa yang mereka perlukan.
3) Berpartisipasi dalam proses pembangunan dan keputusan-keputusan yang memengaruhi mereka.

c. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pemberdayaan adalah proses, cara, perbuatan membuat berdaya, yaitu kemampuan untuk melakukan sesuatu atau kemampuan bertindak yang berupa akal, ikhtiar, atau upaya.
d. Krisdyatmiko (Irsyadi, 2008) menyatakan bahwa pemberdayaan (empowerment) dapat dimaknai sebagai upaya memberi power atau kekuasaan kepada yang powerless atau tidak berkuasa, yaitu masyarakat marginal.
e. Menurut World Bank, pemberdayaan adalah perluasan aset-aset dan kemampuan masyarakat miskin dalam menegosiasikan dengan mengontrol serta mengendalikan tanggung jawab lembaga-lembaga yang memengaruhi kehidupannya (Sadri, 2009).
f. Menurut Prijono dan Pranaka, pemberdayaan mengandung dua arti. Pengertian yang pertama adalah to give power or authority. Pengertian kedua adalah to give ability to or enable. Pemaknaan pengertian pertama meliputi memberikan kekuasaan, mengalihkan kekuatan, atau mendelegasikan otoritas kepada pihak yang kurang/belum berdaya. Di sisi lain, pemaknaan pengertian kedua adalah memberikan kemampuan atau keberdayaan serta memberikan peluang kepada pihak lain untuk melakukan sesuatu (Suryana, 2010).

Pada hakikatnya, pemberdayaan komunitas menurut Wilkinson (Sadri, 2009) adalah sebuah upaya atau perubahan (kemajuan) yang sengaja (purposive) dilakukan atau dikembangkan oleh para anggota sebuah komunitas itu sendiri, mereka merumuskan masalah, menyusun rencana, serta menentukan arah perubahan menurut keyakinan dan persepsi mereka sendiri dan perubahan itu diyakini sebagai perbaikan (improvement).

Tujuan dari pemberdayaan komunitas adalah untuk membentuk individu dan masyarakat menjadi mandiri. Kemandirian itu meliputi kemandirian bertindak, berpikir, dan mengendalikan apa yang mereka lakukan (Nugroho, 2012).

Pemberdayaan komunitas lebih diarahkan dengan pemberian daya atau kekuatan kepada suatu komunitas sehingga menjadi komunitas yang lebih baik. Untuk melengkapi komunitas menjadi lebih baik, kompetensi yang harus ada dalam masyarakat, antara lain sebagai berikut (Suryana, 2010).
a. Mampu mengidentifikasi masalah dan kebutuhan komunitas.
b. Mampu mencapai kesempatan tentang sasaran yang hendak dicapai dan skala prioritas.
c. Mampu menemukan dan menyepakati cara dan alat untuk mencapai sasaran yang telah disetujui.
d. Mampu bekerja sama dan rasional dalam bertindak untuk mencapai tujuan.

Menurut Herbert Rubin, ada lima prinsip pemberdayaan komunitas, yaitu sebagai berikut (Setyowati, 2013).
a. Pemberdayaan memerlukan break-even dalam setiap kegiatan yang dikelolanya, meskipun orientasinya berbeda dari organisasi bisnis. Dalam pemberdayaan komunitas, keuntungan yang diperoleh didistribusikan kembali dalam bentuk program atau kegiatan pembangunan lainnya kepada masyarakat setempat.
b. Pemberdayaan selalu melibatkan partisipasi masyarakat baik dalam perencanaan maupun pelaksanaan yang dilakukan.
c. Dalam melaksanakan program pemberdayaan kegiatan pelatihan merupakan unsur yang tidak bisa dipisahkan dari usaha pembangunan fisik.
d. Dalam implementasinya, usaha pemberdayaan harus memaksimalkan sumber daya, khususnya dalam hal pembiayaan baik yang berasal dari pemerintah, swasta, maupun sumber-sumber lainnya.
e. Kegiatan pemberdayaan harus dapat berfungsi sebagai penghubung antara kepentingan pemerintah yang bersifat makro dengan kepentingan masyarakat yang bersifat mikro.

Aktor pemberdayaan komunitas terdiri dari pemerintah, swasta, dan masyarakat. Kegiatan dari ketiga aktor tersebut perlu dirancang untuk memberikan kontribusi sehingga terbentuk kemitraan yang diharapkan. Berikut adalah tabel peran aktor pemberdayaan komunitas (Sulistiyani dalam Saraswati 2014).
Aktor Pemberdayaan Komunitas
Menurut Sumaryadi (dalam Mubarak, 2010), ada delapan faktor yang memengaruhi keberhasilan pemberdayaan komunitas, yaitu sebagai berikut.
a. Kesediaan suatu komunitas untuk menerima pemberdayaan bergantung pada situasi yang dihadapi.
b. Adanya pemikiran bahwa pemberdayaan tidak untuk semua orang, dan adanya persepsi dari pemegang kekuasaan dalam komunitas tersebut bahwa pemberdayaan dapat mengorbankan diri mereka sendiri.
c. Ketergantungan adalah budaya, dengan keadaan masyarakat sudah terbiasa berada dalam hierarki, birokrasi, dan kontrol manajemen yang tegas sehingga membuat mereka terpola dalam berpikir dan berbuat dalam rutinitas.
d. Dorongan dari para pemimpin setiap komunitas untuk tidak mau melepaskan kekuasaannya, karena inti dari pemberdayaan adalah berupa pelepasan sebagian kewenangan untuk diserahkan kepada masyarakat.
e. Adanya batas pemberdayaan, terutama terkait dengan siklus pemberdayaan kemampuan dan motivasi setiap orang yang berbeda-beda.
f. Adanya kepercayaan dari para pemimpin komunitas untuk mengembangkan pemberdayaan dan mengubah persepsi mereka tentang anggota komunitasnya.
g. Pemberdayaan tidak kondusif bagi perubahan yang cepat.
h. Pemberdayaan membutuhkan dukungan sumber daya (resource) yang besar, baik dari segi pembiayaan maupun waktu. Oleh karena itu, upaya pemberdayaan diharapkan akan berhasil apabila ada partisipasi dari pemerintah sebagai stakeholder dan peran aktif dari masyarakat itu sendiri.

B. Aksi Pemberdayaan Komunitas dan Partisipasi Masyarakat Lokal


1. Berbagai Aksi Pemberdayaan Komunitas
Berikut ini berbagai aksi pemberdayaan komunitas di berbagai bidang.
a. Bidang Sosial
Pemberdayaan masyarakat di bidang sosial merupakan upaya untuk meningkatkan kapasitas, partisipasi, dan kemandirian masyarakat dalam mengatasi berbagai permasalahan sosial yang dihadapi. Melalui upaya pemberdayaan di bidang sosial, seperti sosialisasi, kampanye, pelatihan, dan advokasi, masyarakat dapat diberdayakan untuk menjadi bagian dari solusi atas permasalahan yang dihadapi.

Salah satu contoh pemberdayaan masyarakat di bidang sosial adalah Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (GERMAS) yang dicanangkan oleh Kementerian Kesehatan. GERMAS merupakan gerakan sosial yang bertujuan untuk mempromosikan budaya gaya hidup sehat dan meninggalkan kebiasaan dan perilaku masyarakat yang tidak sehat.

b. Bidang Seni Budaya
Pemberdayaan masyarakat di bidang seni budaya adalah proses yang bertujuan untuk meningkatkan partisipasi, penghargaan, dan penguasaan terhadap warisan budaya serta ekspresi seni lokal. Salah satu bentuk pemberdayaan di bidang seni budaya adalah dengan pembentukan komunitas kebudayaan.

Contohnya, pembentukan sanggar seni tari, musik tradisional, drama, dan kriya dapat meningkatkan keterampilan dan kecintaan generasi muda terhadap budaya lokal. Melalui kegiatan-kegiatan, seperti latihan, pertunjukan, dan pameran seni, komunitas kebudayaan dapat memperkuat identitas budaya lokal, mendorong apresiasi terhadap tradisi- tradisi yang ada, dan mewariskan warisan budaya kepada generasi mendatang.

c. Bidang Ekonomi
Upaya pemberdayaan ekonomi masyarakat merupakan suatu usaha sadar dan terencana dalam mengubah kondisi ekonomi masyarakat, baik secara individu maupun kelompok, dengan tujuan meningkatkan kualitas, kehidupan, kemandirian, dan kesejahteraan masyarakat (Fatine, 2022).

Salah satu bentuk pemberdayaan masyarakat di bidang ekonomi adalah program usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Pemberdayaan masyarakat melalui kegiatan UMKM merupakan suatu langkah yang sangat strategis untuk meningkatkan perekonomian dari sebagian besar masyarakat, khususnya melalui penyediaan lapangan pekerjaan, pembentukan kelompok usaha, serta kontribusi terhadap upaya pemerintah untuk mendorong pertumbuhan ekonomi masyarakat.

Pemberdayaan komunitas dalam bidang ekonomi, tidak cukup hanya dengan peningkatan produktivitas dan pemberian kesempatan dalam melakukan usaha. Namun, harus dibarengi dengan pemberian bantuan modal sebagai stimulan, bantuan pembangunan prasarana, pengembangan kelembagaan lokal, penguatan dan pembangunan kemitraan usaha, serta fasilitas pendampingan.

d. Bidang Pendidikan
Pemberdayaan masyarakat dalam bidang pendidikan dapat dilakukan melalui jalur pendidikan nonformal dan informal. Pendidikan nonformal merupakan pendidikan yang bertujuan mengganti, menambah, dan melengkapi pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat.

Pendidikan nonformal dapat diberikan melalui pelatihan dan kursus bersertifikat yang diselenggarakan oleh lembaga penyelenggara pendidikan, baik negeri maupun swasta. Pemberdayaan melalui pendidikan nonformal berorientasi pada pengembangan sumber daya manusia dan keterampilan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja, lapangan kerja, wirausaha, dan sektor pembangunan.

Pendidikan informal adalah pendidikan yang terjadi sepanjang hidup, ketika setiap individu memperoleh nilai, keterampilan, dan pengetahuan dari pengalaman sehari-hari mereka. Pendidikan informal berlangsung dalam lingkup keluarga dan lingkungan masyarakat yang bersifat mandiri dan swadaya. Pendidikan informal dalam masyarakat dapat diperoleh melalui posyandu, taman baca, karang taruna, kelompok kerja atau belajar, rumah singgah, dan lain sebagainya.

e. Bidang Lingkungan
Pemberdayaan lingkungan hidup adalah proses yang bertujuan untuk meningkatkan kapasitas, kesadaran, dan partisipasi masyarakat dalam pelestarian dan pengelolaan lingkungan hidup. Ini melibatkan pendekatan yang berkelanjutan dan inklusif, yakni masyarakat diberdayakan untuk mengambil peran aktif dalam perlindungan, pemulihan, dan pembangunan lingkungan yang berkelanjutan.

Upaya pemberdayaan lingkungan hidup dapat mencakup edukasi, pelatihan, penyuluhan, serta penguatan kapasitas lokal untuk melibatkan masyarakat dalam pengambilan keputusan, perencanaan, dan pelaksanaan program-program lingkungan. Hal ini bertujuan untuk menciptakan hubungan yang seimbang antara manusia dan lingkungan, serta mempromosikan kesadaran akan pentingnya melestarikan sumber daya alam bagi generasi mendatang. Contoh pemberdayaan lingkungan yang dapat dilakukan masyarakat adalah bank sampah.

2. Partisipasi Masyarakat dalam Aksi Pemberdayaan Komunitas
Pada pemberdayaan yang dilakukan oleh pemerintah, partisipasi komunitas sangat dibutuhkan. Komunitas bukan hanya sebagai objek pemberdayaan, tetapi juga sebagai subjek pelaksana proses pemberdayaan. Menurut Moeljarto, ada beberapa alasan utama partisipasi bersifat penting, yaitu sebagai berikut (Muslim, 2007).
a. Masyarakat adalah fokus utama dan tujuan akhir dari pembangunan, karena itu partisipasi merupakan akibat logis dari dalil tersebut.
b. Partisipasi menimbulkan rasa harga diri serta meningkatkan harkat dan martabat.
c. Partisipasi menciptakan suatu lingkaran umpan balik arus informasi tentang sikap, aspirasi, kebutuhan, dan kondisi daerah yang tanpa keberadaannya akan tidak terungkap.
d. Partisipasi memperluas zona (kawasan) penerimaan proyek pembangunan.
e. Partisipasi menyediakan lingkungan yang kondusif bagi aktualisasi potensi manusia maupun pertumbuhan manusia.
f. Partisipasi dipandang sebagai pencerminan hak-hak demokratis individu untuk dilibatkan dalam pembangunan mereka sendiri.
g. Partisipasi merupakan cara yang efektif membangun kemampuan masyarakat untuk pengelolaan program pembangunan guna memenuhi ciri khas daerah.

Partisipasi dan pemberdayaan merupakan strategi yang sangat potensial dalam rangka meningkatkan ekonomi, sosial, dan transformasi budaya. Proses ini pada akhirnya akan dapat menciptakan pembangunan yang lebih berpusat pada rakyat (people centered).

Menurut Dadang Juliantara (dalam Kholid 2008), partisipasi komunitas dalam pemberdayaan adalah keikutsertaan dalam perencanaan, pelaksanaan, sampai evaluasi program pembangunan. Juliantara menambahkan bahwa pengembangan partisipasi komunitas dalam proses pembangunan mempunyai beberapa maksud, yaitu sebagai berikut (Kholid, 2008).
a. Partisipasi akan memungkinkan masyarakat secara mandiri (otonom) mengorganisasi diri dan dengan demikian akan memudahkan rakyat/masyarakat menghadapi situasi-situasi sulit serta mampu menolak berbagai kecenderungan pembangunan yang merugikan.
b. Partisipasi tidak saja menjadi cermin konkret peluang ekspresi aspirasi dan jalan untuk memperjuangkannya, tetapi yang lebih penting lagi bahwa partisipasi menjadi semacam garansi bagi tidak diabaikannya kepentingan rakyat.
c. Persoalan-persoalan dalam dinamika pembangunan akan dapat diatasi dengan adanya partisipasi masyarakat. Prinsip ini sekaligus menjadi titik pijak suatu kepercayaan kepada rakyat bahwa rakyat tidak perlu dimaknai sebagai kebodohan melainkan sebagai objek pembangunan yang mempunyai kemampuan.
d. Keterlibatan masyarakat dalam setiap proses penyelenggaraan pemerintahan, dan ada sikap yang terbuka dari penyelenggara pemerintahan tentu saja akan menjadi basis bagi suatu "kepercayaan sosial politik" yang dengan demikian akan meningkatkan suatu proses penyelenggaraan pemerintahan yang demokratis.

Partisipasi komunitas dalam pemberdayaan menjadi penentu keberhasilan pemberdayaan. Oleh karena itu, dalam pemberdayaan komunitas, diharapkan ada partisipasi penuh dari masyarakat lokal sehingga terbentuk masyarakat yang berdaya dan mandiri serta tidak bergantung kepada orang lain.

Ketika sebuah pemberdayaan telah ditetapkan pemerintah, maka komunitas akan terlibat atau berpartisipasi dalam hal tersebut. Menurut Ericson (Yulianti, 2012), bentuk partisipasi komunitas dalam pembangunan terdiri dari tiga tahap, yaitu sebagai berikut.
a. Partisipasi pada tahap perencanaan (idea planning stage)
Pada tahap ini masyarakat ikut berpartisipasi atau berperan dalam memberikan usulan, saran, dan kritik dalam pertemuan- pertemuan yang diadakan. Mereka terlibat dalam perencanaan dan strategi dalam penyusunan kepanitiaan dan anggaran.

b. Partisipasi pada tahap pelaksanaan (implementation stage)
Pada tahap ini masyarakat terlibat dalam pelaksanaan suatu proyek. Mereka menyumbang ide, gagasan, tenaga, uang, atau materi lainnya sebagai wujud partisipasi.

c. Partisipasi pada tahap pemanfaatan (utilization stage)
Pada tahap ini, keterlibatan masyarakat terdapat dalam pemanfaatan sebuah proyek yang telah selesai dikerjakan. Partisipasi dalam tahap ini berupa tenaga atau uang untuk memelihara dan mengelola proyek yang telah dibangun tersebut.

C. Pelaksanaan Pemberdayaan Komunitas Lokal

Pelaksanaan Pemberdayaan Komunitas
1. Strategi Pemberdayaan Komunitas Lokal
Strategi pemberdayaan masyarakat adalah suatu cara yang kita pilih untuk menggali kemampuan dari masing-masing komunitas dengan keanekaragaman kearifan lokal dalam mewujudkan harapan tiap komunitas. Melalui proses pemberdayaan, fungsi individu dapat beralih, dari yang semula hanya menjadi objek meningkat menjadi subjek.

Menurut Sunyoto Usman (dalam Cholisin, 2011) ada beberapa strategi yang bisa diterapkan dalam pemberdayaan komunitas, yaitu sebagai berikut.
a. Menciptakan iklim atau suasana yang memungkinkan potensi komunitas masyarakat berkembang (enabling). Fokusnya adalah pengenalan bahwa tiap manusia dan komunitas masyarakat mempunyai kemampuan untuk berkembang.
b. Dalam rangka memperkuat potensi atau daya yang dimiliki komunitas masyarakat (empowering), upaya yang dilakukan adalah dengan memberi pendidikan, kesehatan, dan kesempatan dalam memperoleh sumber kemajuan ekonomi (modal, teknologi, informasi, tenaga kerja, dan pasar). Penguatan individu berupa dorongan, motivasi bekerja keras, hidup hemat, keterbukaan, dan tanggung jawab. Selain itu, penguatan institusi juga sangat dibutuhkan. Namun, yang lebih penting adalah penguatan komunitas untuk berpartisipasi dalam pemberdayaan.
c. Memberdayakan bisa berarti melindungi (protection). Dalam hal ini, bukan berarti mengisolasi, tetapi lebih kepada mencegah terjadinya eksploitasi terhadap yang lemah dan mencegah terjadinya persaingan yang tidak seimbang.

Sementara itu, menurut Edi Suharto, pemberdayaan komunitas dapat dilakukan dengan lima strategi yang biasanya disebut dengan 5P, yaitu sebagai berikut (Suharto, 2004).
a. Pemungkinan
Pemungkinan bertujuan menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi masyarakat berkembang secara optimal. Pemberdayaan harus mampu membebaskan masyarakat dari sekat-sekat kultural dan struktural yang menghambat.

b. Penguatan
Penguatan bertujuan memperkuat pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki masyarakat untuk memecahkan masalah dan memenuhi kebutuhan-kebutuhannya. Pemberdayaan harus mampu menumbuhkembangkan kemampuan dan kepercayaan diri masyarakat yang menunjang kemandirian mereka.

c. Perlindungan
Perlindungan bertujuan untuk melindungi masyarakat, terutama kelompok lemah agar tidak tertindas oleh kelompok kuat; menghindari terjadinya persaingan yang tidak seimbang (tidak sehat) antara yang kuat dan lemah; serta mencegah terjadinya eksploitasi kelompok kuat terhadap kelompok lemah. Pemberdayaan harus diarahkan pada penghapusan segala jenis diskriminasi dan dominasi yang tidak menguntungkan rakyat kecil.

d. Penyokongan
Penyokongan bertujuan memberikan bimbingan dan dukungan agar masyarakat mampu menjalankan peranan dan tugas kehidupannya. Pemberdayaan harus mampu menyokong masyarakat agar tidak terjatuh ke dalam posisi yang makin lemah dan terpinggirkan.

e. Pemeliharaan
Pemeliharaan bertujuan memelihara kondisi yang kondusif agar tetap terjadi keseimbangan distribusi kekuasaan antara berbagai kelompok dalam masyarakat. Pemberdayaan harus mampu menjamin keselarasan dan keseimbangan yang memungkinkan setiap orang memperoleh kesempatan berusaha.

2. Siklus Pemberdayaan Komunitas
Pemberdayaan komunitas tak dapat dilepaskan dari siklus pemberdayaan itu sendiri. Pemberdayaan komunitas merupakan suatu kegiatan yang bersinambungan dan diharapkan terjadi peningkatan kualitas dari satu tahapan ke tahapan setelahnya.

Menurut Terry Wilson dalam (Mubarak, 2010), terdapat tujuh tahapan dalam siklus pemberdayaan komunitas yaitu sebagai berikut.
a. Tahap pertama, keinginan dari masyarakat sendiri untuk berubah menjadi lebih baik.
b. Tahap kedua, masyarakat diharapkan mampu melepaskan halangan-halangan atau faktor-faktor yang bersifat resisten terhadap kemajuan dalam diri dan komunitasnya.
c. Tahap ketiga, masyarakat diharapkan sudah menerima kebebasan tambahan dan merasa memiliki tanggung jawab dalam mengembangkan dirinya dan komunitasnya.
d. Tahap keempat, upaya untuk mengembangkan peran dan batas tanggung jawab yang lebih luas. Hal ini juga terkait dengan minat dan motivasi untuk melakukan pekerjaan dengan lebih baik.
e. Tahap kelima, peningkatan rasa memiliki yang lebih besar menghasilkan keluaran kinerja yang lebih baik. Pada tahap ini, hasil-hasil nyata dari pemberdayaan mulai terlihat.
f. Tahap keenam, telah terjadi perubahan perilaku dan kesan terhadap dirinya ketika keberhasilan dalam peningkatan kinerja mampu meningkatkan perasaan psikologis di atas posisi sebelumnya.
g. Tahap ketujuh, masyarakat yang telah berhasil dalam memberdayakan dirinya, merasa tertantang untuk upaya yang lebih besar guna mendapatkan hasil yang lebih baik.
Siklus Pemberdayaan Komunitas
3. Tahap-Tahap Kegiatan Pemberdayaan Komunitas
Tahapan-tahapan pemberdayaan sebagaimana dikemukakan oleh Sulistiyani dalam buku Kemitraan dan Model-Model Pemberdayaan (2004) adalah sebagai berikut.
a. Tahap penyadaran dan perilaku menuju kesadaran dan kepedulian.
b. Tahap transformasi kemampuan berupa wawasan pengetahuan, kecakapan, dan keterampilan sehingga dapat mengambil peran dalam komunitasnya.
c. Peningkatan kemampuan intelektual dan kecakapan keterampilan sehingga akan terbentuk inisiatif dan kemampuan yang inovatif untuk mengantarkan pada kemandirian.

Tahapan-tahapan proses pemberdayaan komunitas juga dipaparkan oleh Terry Wilson (Mubarak, 2010). Tahapan- tahapan tersebut adalah sebagai berikut.
a. Awakening atau penyadaran. Pada tahap ini masyarakat disadarkan akan kemampuan, sikap, dan keterampilan yang dimiliki serta rencana dan harapan akan kondisi mereka yang lebih baik dan efektif.
b. Understanding atau pemahaman. Masyarakat diberikan pemahaman dan persepsi baru mengenai diri mereka sendiri, aspirasi mereka, dan keadaan umum lainnya. Proses pemahaman ini meliputi proses belajar untuk secara utuh menghargai pemberdayaan dan tentang apa yang dituntut dari mereka oleh komunitas.
c. Harnessing atau memanfaatkan. Setelah masyarakat sadar dan mengerti mengenai pemberdayaan, saatnya mereka memutuskan untuk menggunakannya bagi kepentingan komunitasnya.
d. Using atau menggunakan. Keterampilan dan kemampuan pemberdayaan sebagai bagian dari kehidupan sehari-hari.

4. Evaluasi Kegiatan Pemberdayaan Komunitas
Evaluasi merupakan fungsi manajemen yang dilakukan setelah kurun waktu tertentu atau setelah suatu kegiatan telah berlalu. Menurut Seepersad dan Henderson (dalam Mardikanto, 2010), evaluasi adalah kegiatan sistematis untuk mengukur dan menilai suatu objek berdasarkan pedoman yang telah ada.

Adapun dalam buku Metoda Penelitian dan Evaluasi Pemberdayaan Masyarakat, Horby dan Parnwell mengartikan evaluasi sebagai tindakan mengambil keputusan untuk menilai objek, keadaan, kegiatan, atau peristiwa tertentu. Dalam hal ini, evaluasi mencakup hal-hal berikut.
a. Penilaian atas dampak kolektif, baik positif maupun negatif dari semua (atau sebagian besar) kegiatan yang telah dilakukan pada lokasi dan/atau kelompok sasaran yang berbeda-beda.
b. Deskripsi keluaran dan hasil/manfaat sebagaimana dilihat dari sudut pandang penerima manfaat.

Kegiatan melakukan evaluasi (penilaian) terhadap program pemberdayaan komunitas sangatlah penting karena berkaitan dengan kegiatan menilai dan mengukur sesuatu, apakah sudah sesuai harapan dan tujuannya. Kegiatan penilaian sangat diperlukan karena tanpa ada evaluasi terhadap suatu program yang dilaksanakan dalam aktivitas pemberdayaan komunitas, kita tidak dapat melihat hasil yang telah dirasakan oleh masyarakat.

Oleh karena itu, evaluasi terhadap suatu program juga merupakan suatu kegiatan yang sekaligus untuk mengawasi jalannya aktivitas pemberdayaan tersebut dalam mencapai tujuan yang sudah ditentukan yang sesuai dengan program pemberdayaan. Evaluasi juga dapat digunakan untuk mengambil suatu keputusan apakah program pemberdayaan tersebut perlu untuk dilanjutkan atau tidak.

Evaluasi dapat dilakukan dari perencanaan, pelaksanaan, dan hasilnya. Jadi, antara perencanaan, pelaksanaan, dan hasil akhir harus memiliki keterkaitan atau sejalan. Jangan sampai perencanaan yang sudah sedemikian rupa bagusnya, tetapi pelaksanaannya kurang baik maka hasilnya tidak memenuhi harapan dan tidak sesuai dengan tujuan yang disepakati.

Dari hasil evaluasi terhadap program-program pemberdayaan komunitas, diharapkan dapat diambil hikmah atau kebijaksanaan terhadap berbagai program pemberdayaan, yang telah dijalankan, baik oleh pemerintah maupun masyarakat. Hasil evaluasi terhadap berbagai program pemberdayaan masyarakat dapat juga dijadikan sebagai bahan perbaikan program-program selanjutnya.

Secara umum, ada dua jenis evaluasi, yaitu sebagai berikut.
a. Evaluasi proses
Evaluasi proses dilakukan pada saat program atau kegiatan tengah berlangsung atau sedang berjalan. Tujuannya adalah untuk memperbaiki pelaksanaan. Dalam evaluasi proses, fokusnya adalah pada apa yang telah dilakukan, bagaimana melakukannya, siapa yang menjadi penerima manfaat, serta apa respons mereka terhadap kegiatan program.

b. Evaluasi dampak
Evaluasi dampak dilakukan pada saat program atau kegiatan sudah berakhir. Tujuannya adalah untuk mengukur dampak serta menghimpun pelajaran atau pengalaman yang berguna. Evaluasi ini digunakan untuk mengungkapkan siapa yang memperoleh manfaat dan seberapa besar manfaatnya. Dengan kata lain, sejauh mana manfaat atau hasil dan dampak yang diharapkan telah tercapai.

Sumber:
Maryati, Kun, Juju Suryawati, Nina R. Suminar. 2023. Kelompok Mata Pelajaran Pilihan: Sosiologi untuk SMA/MA Kelas XII. Erlangga. Jakarta

Download

Lihat Juga:

Capaian Pembelajaran Sosiologi Kelas XII (Fase F)

Alur dan Tujuan Pembelajaran (ATP) Sosiologi Kelas XII (Fase F)

Pemetaan Tujuan Pembelajaran (TP) Sosiologi Kelas XII (Fase F)

Program Tahunan (Prota) Sosiologi Kelas XII Kurikulum Merdeka

Program Semester (Promes) Sosiologi Kelas XII (Fase F) Semester Ganjil dan Genap

Kriteria Ketercapaian Tujuan Pembelajaran (KKTP) Sosiologi Kelas XII (Fase F)

Jurnal Harian Pelaksanaan Pembelajaran Sosiologi Kelas XII (Fase F)

Modul Ajar Sosiologi Kelas XII (Fase F) Materi Pemberdayaan Komunitas Berbasis Kearifan Lokal

Buku Panduan Guru Sosiologi Kelas XII (Fase F)

Buku Panduan Siswa Sosiologi Kelas XII (Fase F)

Soal-Soal:

Soal Pilihan Ganda Materi Sosiologi SMA Kelas XII Bab 4: Pemberdayaan Komunitas Berbasis Kearifan Lokal (Kurikulum Merdeka)

Soal Esai Materi Sosiologi SMA Kelas XII Bab 4: Pemberdayaan Komunitas Berbasis Kearifan Lokal (Kurikulum Merdeka)

Refleksi Materi Sosiologi SMA Kelas XII Bab 4: Pemberdayaan Komunitas Berbasis Kearifan Lokal (Kurikulum Merdeka)

Soal Pilihan Ganda Materi Sosiologi SMA Kelas XII Uji Capaian Pembelajaran 2 (Kurikulum Merdeka)

Soal Esai Materi Sosiologi SMA Kelas XII Uji Capaian Pembelajaran 2 (Kurikulum Merdeka)

Media:

PPT Sosiologi Kelas XII Bab 4: Pemberdayaan Komunitas Berbasis Kearifan Lokal (Kurikulum Merdeka)

Video Materi Sosiologi Kelas XII Bab 4 Pemberdayaan Komunitas Berbasis Kearifan Lokal

Aletheia Rabbani
Aletheia Rabbani “Barang siapa yang tidak mampu menahan lelahnya belajar, maka ia harus mampu menahan perihnya kebodohan” _ Imam As-Syafi’i

Post a Comment